Kamis, 30 Juli 2015

Fanfiction : Sing A Sky Full Of Stars Chapter 14 :) :)

Maaf banget Ya...
Udah lama banget gak nge-post, habis saya kurang inspirasi.
Mudah-mudahan deh cepat selesai ya... Di doain dong...
Sri Meliani Hadiddha :) :) Peace!



Sing A Sky Chapter 14



        Ketiga juri yang tadinya duduk dengan rapi di kursi, tiba-tiba berdiri lalu bertepuk tangan. Maddi yang tadi menutup matanya membuka matanya pelan-pelan. Dilihatnya Greyson berdiri disampingnya sambil mengepalkan tangan.
        “That’s great!!!” Ujar gadis yang menjadi fans Greyson.
        “Yes, kalian menyanyikannya dengan sungguh-sungguh” kata laki-laki yang duduk di tengah. Christ hanya tersenyum kecil.
        Maddi hanya bisa tersenyum kecil, sebenarnya dia sangat gugup. Saat menyanyi tadi dia benar-benar membayangkan semua kenangan lamanya bersama Greyson. Ini memang terdengar aneh, tapi itulah yang sebenarnya, Maddi berani bersumpah kalau sebenarnya dia tidak benar-benar ingin mengingat masa lalu itu.
        “Madd? Tenang saja aku rasa kita akan berhasil!” seru Greyson pelan, sehingga hanya Maddi saja yang bisa mendengar ucapannya itu.
        “Benarkah? Aku tak yakin.” Lirih Maddi.

Tiba-tiba suara Christ memenuhi ruangan audisi itu, “Aku rasa Aku YESS” serunya sambil tersenyum manis.
        “Aku Juga!” Ujar gadis yang satu lagi. Pria yang duduk di sampingnya sedikit berpikir.
        “Aku pikir Aku juga Yes!” akhirnya pria mengeluarkan pendapatnya.

 Maddi dengan tidak sadar memeluk Greyson. Greyson terkejut atas perlakuan Maddi, Greyson mencoba menyadarkan Maddi bahwa mereka sedang ada di ruang audisi dengan cara mencubit lengan Maddi.
        “Auuu” Rintih Maddi sambil melepaskan pelukannya dari Greyson.
        “Terimakasih Juri sekalian!” Greyson mengucapkan terimakasih sambil tersenyum ramah. Maddi pun tersenyum kecil, lalu mereka keluar dari ruangan audisi itu.


***
Monday, 10.30 Am. St. Macy’s Senior High School
       
Megan berjalan dengan malas melewati koridor sekolah, terlihat dia sedang menggenggam sebuah I-phone cantik berwarna putih dengan stiker namanya sendiri ya tentu saja ‘MegaNicolE’.
        “Sial!! Conor bahkan tidak mengirim pesan padaku tadi pagi! Memangnya dia sibuk sekali” Megan menggerutu terlihat tangan meremas I-phone putihnya. Tiba-tiba sebuah tangan menyentuh pundak Megan. Refleks Megan menoleh, dia ingin tahu siapa yang menyentuh pundaknya itu.
        “Maddi?” Megan tersenyum kecil saat mendapati orang yang menyentuhnya itu adalah Maddi Jane sahabatnya.
        “Ya! Kenapa kamu terlihat tidak bersemangat seperti itu?” tanya Maddi yang khawatir dengan keadaan sahabat terbaiknya itu.
        “Hm?? Nothing Madd, I just had a head-ache.” Seru Megan berbohong.
        “Imposible! Kau tidak akan pernah bisa membohongi ku Megan!”
        “Aku baik-baik aja ko Madd!” Megan masih mencoba untuk menyembunyikan perasaan kesalnya pada Conor, dia belum mau kalau Maddi tahu tentang hubungannya dengan Conor.
        “Okay! Kalau kau gak mau beritahu ya sudah. Berarti aku bukan teman mu lagu.” Maddi menumpat kesal, ada penekanan di kata ‘teman’ saat Maddi berbicara.
        Megan terkejut mendengar perkataan Maddi, “Madd? Jangan gitu dong.!!” Mood Megan pun bertambah buruk mendengar perkataan Maddi. Maddi tersenyum penuh kemenangan.
        “Berarti kau harus memberitahu ku Megan.”
        “Huh?? Hmm...... Baiklah, tapi jangan disini Madd. Aku tak bisa bercerita sambil berdiri-diri.”
Maddi mengangguk mengerti, “Yasudah kita ke kantin saja yuk.” Seru Maddi. Megan pun mengangguk.

***
Sementara itu, Conor barusaja keluar dari ruang guru. Miss Stacy pengurus perpustakaan memanggilnya.
        “Huh?? Mrs. Claudia tidak datang, pasti nanti kelas kacau.” Conor menggerutu sambil membolak-balik daftar nama siswa kelas XI Physics 1. Tiba-tiba...
        “Hati-hati dong...” suara itu terdengar bersamaan dengan kertas yang dipegang Conor akhirnya jatuh.
        “Maaf...” seru Conor dia langsung menunduk untuk mengambil kertasnya yang terjatuh tadi.
        “Conor??” Suara itu seperti terkejut. Conor melihat ke arah pria yang menabraknya tadi.
        “Kau...! Kau?? Kau siapa??” Seru Conor kebingungan, bagaimana ada orang yang mengenalnya, padahal dia sendiri tidak mengenal orang itu. Tiba-tiba pria yang menabraknya tadi itu tersenyum.
        “Tanner! Tanner Patrick!” serunya memperkenalkan diri. Conor masih terihat bingung, terlihat kedua alisnya terangkat.
        “Oh.. kita bertemu dimana ya? Rasanya aku tidak pernah melihat mu.”
        “Ahh.. jadi kau tidak ingat ya? Aku bertemu dengan mu kemarin, saat audisi Song Competition di Kampus Sinathrya.” Ujar Pria itu.
        “Benarkah? Jadi kau sekolah disini?” tanya Conor.
        “Tentu saja, karena kau di kelas fisika dan aku di kelas Sastra, jadi kita tidak pernah bertemu. Tapi aku selalu melihat foto mu di mading.” Seru pria itu sambil tersenyum.
Conor mengangguk mengerti, dia kan juara 2 ujian Fisika setiap semester, tentu saja wajahnya terpajang di Mading.
        “Jadi kau kelas sastra? Jarang sekali ada pria di kelas sastra yang suka membaca mading.”
        “Hah? Kau tau? Aku selalu mau masuk kelas pelajaran sains. Tapi entah mengapa, aku lebih tertarik pada sastra.” Seru Tanner jujur.
        “Oh, bagaimana audisi mu kemarin?” tanya Conor, kini kedua pria itu sedang berjalan, arahnya menuju loker.
        “Bagus! Aku masuk. Kau masuk kan?”
        “Iya aku masuk.” Jawab Conor. Melihat tempatnya, mereka sudah sampai di loker.
        “Conor, aku pergi dulu ya! Mungkin kita akan berjumpa lagi.” Seru Tanner sambil melangkah meninggalkan Conor yang sedang membuka lokernya.
        “Ya..!” Conor tersenyum sambil mengambil beberapa buku dari dalam lokernya.
***
        “Jadi kau dan Conor sudah pacaran??” Tanya Maddi, suaranya terdengar keras, untung saja kantin sedang sepi.
        “Maddi.. suara mu terlalu kuat.” Sahut Megan, dia menunduk malu.
        “Aku tidak menyangka! Kau tidak memberi tahu ku Gan...”
        “Aku minta maaf, aku pikir kau sibuk dengan audisi mu.”
        “Dasar... bilang saja kau mau menutupi semuanya dari ku.” Maddi mengumpat kesal.
        “Tidak Madd, aku ingin memberitahu mu. Tapi pada waktu yang tepat.”
        “Oh begitu ya? Aku mau makan mi goreng, dan kau harus membayariku karena, kau tidak bercerita pada ku.” Maddi menatap Megan. Megan hanya bisa tersenyum kecil.
        “Kau cari kesempatan ya Madd?”, “Kau licik sekali sih?” kata Megan sambil mengangkat tangan kanannya ke atas.
Maddi hanya tersenyum penuh kemenangan. Tiba-tiba pemilik kantin datang.
        “Nasi goreng satu dan Mi Goreng satu!” seru Megan.
        “Baiklah, lalu minumnya apa?” Tanya ibu pemilik kantin itu lagi.
        “Kau mau apa Madd?” tanya Megan pada Maddi. Maddi terlihat berpikir.
        “Orange Juice!” Seru Maddi bersemangat. Megan hanya menggeleng kecil melihat kegembiraan yang tersirat di wajah Maddi.
        “Ya 2 orange juice!”
        “Baiklah, ditunggu ya...” Ibu itu terlihat berjalan meninggalkan meja Megan dan Maddi.

        “Lalu apa masalah mu dengan Conor sehingga kau jadi seperti ini?” tanya Maddi. Megan tersentak, ‘apa ia harus memberitahukan pada Maddi? Ahh malunya. Tapi kalau tidak diberi tahu pasti Maddi akan kesal’.
        “Dia tidak menghubungi ku mulai dari kemarin malam.” Ujar Megan, dia terlihat sangat jujur.
        “Hahh?? HANYA KARENA ITU??” Maddi kembali mengeluarkan suara monsternya.
        “Madd??” Megan menutup telinga.
        “Kau konyol!” Seru Maddi sambil menatap wajah Megan lekat-lekat.
        “Madd... aku tidak konyol!” suara Megan terdengar kesal.
        “Ya aku tahu, kau khawatir? Dia bukan anak-anak Gan.. mungkin dia sibuk dengan pr Fisikanya. Kau tahu? Mrs. Claudia memberikan kami tugas sangat banyak.” Maddi berusaha membuat Megan tidak merasa bahwa Conor melakukan sesuatu yang aneh.
        “Entahlah Madd! Aku hanya sedang ingin membalas pesannya saja!” seru Megan.
        “Aku mengerti Gan...!” Maddi tersenyum kecil sambil mengusap pundak Megan.

Setelah mendengar cerita Megan, Maddi mengerti.
Megan hanya sedang ingin diperhatikan oleh Conor.
Megan seperti merasa hanya Conor yang dapat membuatnya tidak merasa kesepian.
Padahalkan Maddi juga bisa.

‘Hah.. Kalau jatuh cintakan memang begitu’ pikir Maddi.

To Be Continued......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar