Senin, 02 Mei 2016

Maukah Engkau Menemani Ku? (Naruto Fic)

Seperti yang sudah dijanjiin, maaf telat satu hari!
Makasih Readers! mudah - mudahan yang ini Suka!

I Love You!



Maukah Engkau Menemani Aku? (Ino&Sai Fic)
Author : Sri Meliany J
Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto
Genre : Romance
Main Characters : Sai dan Ino Yamanaka
Warning : Oneshot, AU, OOC, OC, Typo(s), gaje, alur kelambatan/kecepetan, dll.
Summary : Yamanaka Ino adalah gadis penjaga toko Bunga Yamanaka yang bersekolah di SMU Konoha. Dia menyukai seorang murid baru di kelasnya, yang juga suka membeli bunga di tokonya. Akankah Ino mendapatkan pria tersebut? Let’s see!

“Aku pulang” Ucapku saat membuka pintu toko kecilku. Dengan sigap, aku mengganti seragam sekolah dengan sebuah kaos lengan pendek dan celana selutut berwarna ungu. Kupasang head-set pada lubang I-touch ku, aku mulai mendengar lagu – lagu kesukaanku melalui lubang headsetku. Kududukkan diriku pada kursi meja kasir.

Eh, hai Readers? Namaku Yamanaka Ino, umurku 16 tahun. Aku seorang pelajar. Pintar? Maaf, aku memang tak sepintar Shikamaru sahabatku, tapi tenang saja ranking-ku tidak seburuk Naruto kog, hehe. Ciri – ciri? Oke! Aku selalu merasa diriku itu cantik, aku bermata warna biru langit, berkulit putih, aku punya rambut blonde yang panjangnya se-pinggul dan yang terakhir aku tinggi semampai.

Kulihat ada orang datang menuju tokoku dari sela – sela jendela. Segera kulepaskan Head-set ku. “Selamat Siang!” ucapku sambil membungkukkan badan, “Ada yang bisa kubantu?” tanyaku seramah mungkin (masih sambil membungkukkan badan). Lalu aku tegap, dan ternyata pembeliku adalah seorang pria, dan aku mengenalnya.

“Aku butuh mawar putih, tolong sekuntum?” Ucapnya sambil tersenyum aneh. Aku tak pernah mengerti apa arti senyumnya, dia tersenyum tapi senyumnya aneh, dia seperti tersenyum asal – asalan.

“Ah, Sai. Seperti biasa ya? Oke!” Lalu kuambil sekuntum mawar putih lalu kubungkus dengan plastik bening untuk mempercantiknya kuberikan pita merah di ujungnya.

“Untuk siapa sih?” tanyaku menggodanya, tapi dia tampak cuek dan tidak menjawab. “Sialan!” batinku. Lalu kuletakkan bunganya di atas meja kasirku.

“Berapa?” tanyanya.

“Hm? Seperti biasa kok!” Ucapku sambil tersenyum kearahnya. Lalu dia meletakkan beberapa lembar uang di atas mejaku. Kuraih uangnya, saat ingin mengambil kembalian.

“Untukmu saja!” Ucapnya sambil tersenyum lalu hendak meninggalkan meja ku.

“Terima kasih!” Ucapku sambil berdiri dan membungkukkan badan. Kulihat tubuh tingginya itu membelakangiku dan tangan kanannya naik mengacungkan jempol. Lalu dia keluar dari tokoku.

***
Aku berjalan menyusuri koridor – koridor sekolah menuju kelasku yang terletak di lantai dua bangunan ini. Kulangkahkan kakiku menuju ujung ruangan di lantai dua, karena kelasku berada di ujung ruangan ini. Kulihat Naruto, Sakura dan Sasuke berjalan menuju kelas bersama, mereka berada tepat 20 meter dari depanku.

“Huff....” Dengusku, Aku selalu iri melihat ketiga sahabat itu, kemana – mana selalu bersama. Sedangkan Aku, Chouji dan Shikamaru? Hhhh, kami tidak pernah lagi jalan kesekolah bersama, bagaimana mungkin bisa bersama. Shikamaru dan Chouji selalu datang terlambat. Tiba – tiba...

“Awass..... awas....” Kudengar suara berteriak datang dari belakangku, aku menoleh kebelakang. Kiba, Shino dan Hinata sedang berkejar – kejaran, pasti menuju kelas lebih awal. Aku melangkah memberikan jalan, Kiba dan Shino pun melewatiku dengan cepat, tapi Hinata jadi berjalan bersama ku.

“Kenapa sendiri?” tanyanya menyapaku. Kutatap wajah polosnya.

“Kaukan tau, Shika dan Chouji selalu terlambat, gak mungkin aku ikut – ikutan terlambat hanya agar bisa bersama dengan mereka!” ucapku sedikit malas.

“Tapi- kan ini bukan soal terlambat, tapi persahabatan.” Ucap Hinata, kutatap dia dengan pandangan bertanya – tanya. “Aku juga tidak terlalu suka berlari – lari menuju sekolah, tapi kedua sahabatku selalu mengajakku bertaruh. Jadi agar bisa selalu bersama mereka, aku ikut berlari menuju sekolah atau pulang sekolah” Dia jeda sebentar, “Yang penting aku bersama mereka” Ucapnya.

Yang dikatakan Hinata benar, dia – kan gadis yang pemalu, tapi karena dia punya sahabat yang sedikit heboh seperti Kiba. Ya akhirnya dia harus ikut – ikut dengan mereka. Sakura dulu juga lebih sering diantar kesekolah saat kami masih SD, tapi setelah SMP, setelah dia berteman dengan Naruto dan Sasuke. Dia tak pernah tidak berjalan kaki bersama kedua pria itu.

“Iya sih” Ucapku sambil tersenyum pada Hinata, Hinata mengangguk. Tak terasa perbincangan kami membuat aku tak menyadari kalau ternyata aku sudah sampai di pintu kelas X-A. Kulangkahkan kaki ku memasuki ruangan berluas 8 x 9 meter ini.

“Selamat Pagi Ino!” ucap Sakura menyambutku. Aku menarik kursiku, aku duduk semeja dengan Sakura.

“Pagi!” ucapku sambil tersenyum.
***
“Sai, Ino, Shikamaru dan Sakura sebagai kelompok pertama” Ucap Sensei dari depan.

Sekarang kami sedang pelajaran Matematika, dan kalian tau? Sensei-ku ini adalah pria ter-aneh yang ada disekolah ini. Dia Guru Matematika, Pintar? Jangan tanya! Baik? Mungkin. Tampan? Sangat. Rajin? Tidak tau, wajahnya terlihat lebih malas dari wajah Orang –orangan sawah.

“Sasuke, Naruto, Chouji dan Hinata kelompok kedua”, “Kiba, Gaara, Shino dan....” Kakashi –Sensei membacakan semua nama kelompok. “Kerjakan Latihan Soal bab 8 nomor 1 sampai dengan 50, kerjakan secara berkelompok. Kumpulkan minggu depan” Lalu Kakashi –sensei meninggalkan ruangan kelas kami, Hampir semua siswa menganga kecuali Sasuke dan Gaara. Juara satu-nya saja menganga habis- habisan.

“Bagaimana Shika?” ucapku sambil menyikut rusuk Shikamaru. Shika menarik napas.

“Sebagai ketua kelompok, aku akan mengerjakan 20 soal nomor terakhir, sisanya bisa kalian bagi!” Ucap Shikamaru tegas, lalu kembali duduk sambil menarik napas lagi. “Merepotkan!” ucapnya pelan.

“Hahahh...” tawaku, “Baiklah aku akan mengerjakan 1 sampai 10, sakura 11 sampai 20 dan sisanya untuk Sai!” ucapku diplomatis. Semua mengangguk kecuali Sai.

“Ada apa Sai?” tanyaku pada Sai, dia menatapku.

“Tidak!” ucapnya lalu dia pergi meninggalkan ruangan kelas. Bel pulang sekolah berbunyi setelah Sai keluar dari kelas.

“Ino ayo pulang!” ajak Shikamaru. Aku mengangguk, aku pun pulang bersama Shikamaru dan Chouji. Kami berbincang banyak tentang pr matematika yang menumpuk itu.

***
Siang ini sama seperti siang – siang sebelumnya, aku menjaga toko, hari ini tokonya sepi sekali. Tiba – tiba lonceng berbunyi ada yang membuka pintu toko.

“Selamat siang! Ada yang bisa kubantu!” ucapku sambil membungkukkan badanku. Dan ternyata itu adalah Sai.

“Seperti biasa ya!” Ucapnya dia menghadang tas sekolahnya, sekolahkan sudah pulang dari 2 jam yang lalu, kenapa dia masih menggunakan seragam dan masih menghadang tas?

“Kau darimana Sai?” tanyaku, Sai menatapku. Dia tidak menjawab. Kuletakkan mawar putihnya diatas mejaku.

“Sekolah.” Ucapnya. Kulihat kearahnya, sepertinya dia tahu apa yang sedang kupikirkan.

“Pr Matematika itu,” jawabnya singkat.

“Oh, itu!” ujarku sambil mengangguk.

“Kau sudah selesai?” tanyanya sambil menatapku. Aku tersenyum.

“Kubaca saja belum.” Jeda “punyaku kan mudah!” ucapku. Rasanya ucapanku membuat Sai bingung.

“Kau sepintar itu?” tanyanya. “Kalau begitu tolong ajari aku beberapa soal! Aku ketinggalan banyak materi saat mengurus pindahan ku dari sekolah lamaku.

“Oke, tapi kau harus menuliskan milikku” ucapku.

“Baiklah!”

***
 “Yang ini itu seperti ini,” ucapku sambil menulis cara mendapatkan jawaban soal nomor 25. “Jadi rumusnya itu adalah kalikan dengan akar sekawannya”

Aku menjelaskan sambil menulis agar Sai lebih mengerti, kami duduk bersebelahan dan ini sangat dekat. Aku merasa jadi sedikit lebih dekat dengan Sai. Rasanya saat begini Sai berbeda sekali, senyumnya bahkan lebih dari tulus saat ini.

“Kau bisakan mengerjakan nomor 27?” tanyaku, dia mengangguk. Dan mulai mengerjakan soal tersebut. Menunggu dia selesai menjawab soal aku memandangi wajah pucatnya itu, mata hitam pekatnya ternyata terlihat indah jika dia sedang serius.

“Kenapa kau memandangiku?” tanyanya tiba –tiba sambil menatapku. Kedua bola mata kami bertemu, kurasakan kedua pipiku memanas.

“Hey!” Ucapnya, sekarang punggung tangannya berada di keningku. Pipiku semakin panas. Kutup kedua mataku. Kurasakan tangan itu sudah tidak menyentuh keningku. Kubuka kedua mataku, kulihat dia kembali mengerjakan soal.

“Aku ambil minum dulu ya!” ucapku sambil berjalan menuju dapur.

Saat aku kembali, Sai terlihat sudah menyelesaikan semua soalnya. Tapi penanya tetap dia pegang. Kuletakkan gelas yang berisi jus lemon itu diatas meja tempat sai mengerjakan soal.

“Minumlah!” ucapku sambil mendekatkan salah satu gelas kearahnya. Dia mengangkat gelasnya, sambil tersenyum dia berbicara,

“Terima Kasih!”, dia menyeruput jusnya. “Mana pr mu? Aku-kan harus menulisnya untuk mu” tanyanya.

“Sekarang sudah terlalu sore.” Ucapku, dia melirik jam tangan hitamnya.

“Lima tiga puluh?” tanyanya sambil menatapku. “Mana Bunga-ku?” tanyanya sambil bergegas, kelihatannya terburu – buru. Aku berlari menuju meja kasir, kuambil mawar putihnya, lalu aku berjalan menuju tempat aku dan Sai belajar tadi.

“Ini! Bunganya!” ucap-ku sambil memberikan bunga Sai pada-nya. Dia memberikan beberapa lembar uang.

“Sisanya untuk mu, Terima kasih. Besok akan kutulis pr mu!” ucapnya lalu keluar dari toko ku. Dia berlari melewati jalanan Konoha.

“Ada apa sih dengan dia?” tanya ku pada diriku sendiri.

“Ada apa ya?” kudengar suara seseorang berbicara di sampingku. Aku menoleh kearah suara itu.

“TOUSAN?” Ucapku, aku terkejut Ayah berada tepat di depan wajahku. “Tousan membuatku terkejut! DASAR!” ucapku kesal.

“Hahahh, jadi siapa pria itu?” tanya-nya penasaran. Aku memandangnya, dia terlihat penasaran.

“Bukan siapa – siapa!” ucapku sambil berjalan masuk menuju Toko.

***

Ku buka pintu toko ku. “Aku pergi!” ucapku, sambil menutup pintu toko. Aku berjalan menuju SMU KoHa tempat aku belajar. Tiba – tiba....
“INO!” Ada seseorang yang memanggilku dari arah belakang. “INO!” Terdengar lagi. Aku tetap berjalan, bahkan semakin cepat. Aku takut itu adalah penguntit. “Ino!” suara itu sekarang memegang pergelangan tangan kiri-ku. Akhirnya kulihat wajah pria itu. “Sai?”

“Kenapa kau tak berhenti?” ucapnya terengah –engah. Kelihatannya dia sangat lelah.

“Kenapa kau disini? Aku pikir kau penguntit!” jawab ku, kurasakan genggaman di pergelangan tanganku terlepas.

“Kami – Sama? Penguntit? Aku?” tanyanya sedikit heran.

“Ya, aku kan tidak tahu!” ucapku sambil mengangkat bahu.

Kami berjalan bersama menuju sekolah, kami berbicara banyak hal selama di perjalanan. Dan hal itu cukup menyenangkan bagiku. Apalagi Sai itu ternyata sangat ramah kepada orang yang dekat dengan-nya.
(Readers : Dekat?,
Ino : Maaf, maksudnya dikenal Readers ,
Readers : Ngarep banget ya?,
Ino : Enak aja, Sry! Gimana dong ni?,
Sri : Maaf, gak ikut campur!, Authornya di tonjok Ino)

***
“Nanti pulang sekolah, aku akan ke toko mu untuk menulis pr mu! Maaf semalam terburu – buru!” ucap Sai saat kami sudah tiba di pintu kelas.

“Oke!” ucapku singkat.

Saat pelajaran dimulai, aku melihat Sai yang duduk di depan sebelah kiri ku sangat fokus mendengar penjelasan, Kurennai – Sensei, guru bahasa Indonesia kelas X-A. Wajah pucat-nya itu ternyata sangat memesona.

Bel istirahat pun berbunyi, kulihat Naruto dan Sasuke mengajak Sai untuk pergi. Ternyata ada juga yang perduli dengan Sai, yah untuk Naruto mengajak orang lain berbicara itu tidak sulit. Itu yang menjadikan dirinya bisa berteman dengan Sasuke, Gaara dan Shino, manusia – manusia bisu dikelas ini.

“Ino? Bagaimana pr mu? Sudah selesai? Kapan akan kau antarkan?” tanya Shikamaru mengagetkan ku. “Semuanya sudah memberikannya padaku untuk diperiksa!”

“Hah? Benarkah? Kapan mereka berikan?” tanyaku tak percaya, ternyata hanya aku yang belum mengumpulkan.

“Sakura, kemarin. Sai, tadi pagi!. Tinggal milik mu? Mana?” tanya Shikamaru lagi.

“Nanti akan ku antar, oke?” ucapku sambil memasang wajah meyakinkan.

“Baiklah!” ucap Shikamaru sedikit kesal. Dia berjalan menuju luar kelas, meninggalkan ku.

Aku pun mulai mengerjakan soal – soal ku, sebenarnya tidak ada yang sulit. Hanya saja aku benar – benar malas untuk mengerjakannya. Tiba – tiba,

“Hey!” ucap seseorang dari depanku. Ku arahkan mataku kearah atas.

“Sai? Kenapa kau ada disini?” tanyaku penasaran.

“Aku dengar, Shikamaru sedikit kesal dengan mu. Karena tugas matematika itu.”. Kutatap wajah pucat Sai, Mata hitam pekat-nya itu bertemu dengan mata biru-ku. Ada getaran aneh yang kurasakan di dalam tubuh-ku.

“Hey??!!” ucap Sai sambil mengibas tangannya di depan wajahku. Aku secara refleks mengerjapkan kedua bola mataku. “Kau melamun?” tanya Sai.

Aku menggeleng, kulanjutkan mengerjakan tugas matematika-ku. Sai yang tadi masih berdiri, sudah duduk di kursi Sakura yang semeja dengan ku. Dia duduk sambil memerhatikan-ku, kurasa. Aku mulai sedikit salah tingkah, mulai dari seperti gelisah, menggigit pena, meremas rok, pokoknya melakukan hal – hal aneh.

“Aduh!” ucap-ku secara tidak sengaja, Sai yang tadi bersandar memajukan tubuhnya untuk melihat ku, kurasa.

“Kenapa? Perlu dibantu?” tanya Sai sambil tersenyum aneh, aku sedikit “jealous”, kenapa? Jelaslah, dia mengeluarkan senyum palsu lagi.

“Tidak! Tolong tinggalkan aku dulu, aku harus berkonsentrasi.” Ucapku nadanya seperti mengusir, mungkin?

“Aku kan berjanji menuliskan pr-mu.” Ucapnya. Kupandang wajahnya.

“Nanti siang datang ke Toko-ku, disana kau akan menulis pr-ku!” Ucapku, Sai terlihat mengangguk meski terlihat sedikit terpaksa.

***
Sore ini kuhabiskan bersama Sai, kami mengerjakan pr matematika-ku. Dia menuliskannya untuk-ku. Kami mengerjakannya hanya sekitar dua-puluh menit.

“Selesainya cepat ya?” ucap-nya yang seperti bertanya, kupandang wajah sumringah-nya. ‘MANIS’ sekali, senyum tipisnya serasa sangat berarti untuk-ku.

“Padahal aku izin pada Kachan sampai jam setengah enam sore, kalau tau begini, mendingan aku bilang hanya sebentar.” Ucapnya lagi, sedikit menyesal mungkin. Tiba – tiba sebuah ide terbersit dalam pikiran-ku.

“Kita jalan – jalan yuk! Biasanya Naruto, Sasuke dan Sakura biasanya sedang berkeliaran di desa!” Ucap-ku dengan semangat. Sai menatap-ku.

“Mereka bertiga?” tanyanya sedikit heran.

“Ya, biasanya begitu.”

Kami-pun pergi berjalan – jalan keliling desa Konoha, dari mulai Toko Bunga Keluarga Yamanaka, kami pergi dengan berjalan kaki. Disini tidak diperbolehkan menggunakan kendaraan bermesin, hanya boleh menggunakan sepeda, kalau tidak suka dengan sepeda, ku-anjurkan ‘kita’ berjalan kaki saja.

Setelah sampai di depan kedai Ramen ‘Ichiraku’, kami melihat Naruto sedang memasuki kedai.

“Itu Naruto!” Ucapku sambil menunjuk ke arah kedai ramen yang sangat terkenal di desa ini. Sai menatapku lalu memandang ke arah kedai ramen yang sedang ku-tunjuk

“Jadi?” tanya-nya dengan wajah bingung.

“Kau tidak ingin makan Ramen? Bersama Naruto?” tanya-ku, aku sedikit kikuk.

“Kalau sedang bersama seorang gadis, ngapain menjumpai Naruto.” Ucapnya sedikit datar. Seketika wajah-ku memerah, aku tak mengerti kenapa, hanya saja...

“Maksudmu?” tanya-ku

“Aku tidak mungkin makan dengan Naruto, sedangkan kau sedang bersama ku kan?” tanya-nya sambil tersenyum aneh. Aku tersenyum.

***
Kami memutuskan pergi makan dango dan minum teh di kedai yang terletak di ujung desa. Seorang ibu tua menghampiri kami sambil membawakan sepiring dango dan dua gelas teh hijau. Dia tersenyum saat memandang-ku.

“Silakan...” ucapnya dengan lembut. Refleks aku dan Sai mengangguk. Ibu itu kembali tersenyum lalu pergi meninggalkan kami.

“Kapan tugasnya akan kau kumpul?” tanya Sai sambil mengambil setusuk dango dari piring. Ku seruput teh-ku sebentar.

“Nanti sore.” Ucap-ku sambil kembali menyeruput teh panas –ku.

“Rumah mu dan Shika berdekatan?” tanya Sai.

“Tidak, rumahnya dekat dengan rumah Sasuke. Sebelum kompleks Klan Uchiha.” Ucap-ku menjelaskan posisi rumah Shikamaru. Sai memandangku.

“Itu-kan jauh dari rumah-mu! Itu sama saja dengan jalan menuju rumah-ku.” Ucapnya.

“Memang-nya rumah-mu dimana-nya?”

“Ujung desa, dekat dengan kompleks klan Uchiha juga. Hanya saja, aku tidak tau rumah Shika yang mana.”

“Rumah Shika itu yang seperti bangunan rumah jepang biasa itu, hanya saja rumah-nya sangat luas. Kau tau rumah ter-luas disana? Itu-lah rumah Shika!”

Sai menggeleng, ku tarik nafas.

“Oke, kurasa aku akan bertanya pada Ibu.” Ucap Sai dengan pelan. Aku tersenyum,

“Aku saja, tugas-nya juga ada di rumah-ku kan?” Ucap-ku. Sai tersenyum memandang-ku, ya Tuhan senyumnya....

***
Kami semakin dekat, dan setelah pengumpulan tugas Matematika itu, ternyata kelompok kami mendapat-kan nilai tertinggi. Ya, tentu saja. Kami memiliki Shikamaru disini.

Beberapa minggu setelah hari itu, Sai mengantar-ku pulang sekolah. Ceritaa-ku mulai bertambah gila. Sai meminta nomor telepon-ku. Aku sedikit malu, tapi akhirnya ku berikan.

Semakin hari, semakin dekat. Tapi ini berbeda, meskipun aku semakin akrab dengan Sai, ternyata aku juga jadi lebih dekat dengan sahabat – sahabat tercinta-ku. Alias sahabat dari mulai lahir-ku.

***

Hari ini hari penerimaan Raport, kami akan segera naik ke kelas XI. Disini pembagian jurusan pun akan ditentukan. Seperti biasanya aku duduk dengan Sakura, kelas ini semakin lama semakin akrab saja.

Aku dengan Sakura, Naruto dan Sasuke, Hinata dan Kiba, Shikamaru dan Gaara yang akan menjadi adik iparnya (kau tau, disini Shika sudah berpacaran dengan Temari yang sudah kelas XII- tentu saja Temari sudah lulus beberapa bulan yang lalu), Shino dengan Chouji. Kulihat Sai yang duduk dengan Suigetsu sedang bermain rubik. Mereka cukup akrab, yah, Suigetsu-kan memang sedikit cerewet.

Hubungan ku dengan Sai, rasanya semakin akrab saja. Aku pernah berkhayal, bagaimana jika aku dan Sai akhirnya memang punya hubungan yang lebih dari teman? Rasanya, sekarang saja sudah tidak seperti teman.

***
Seseorang membuka pintu ruangan kelas kami, X-A. Dan seorang guru dengan rambut berwarna silver, bermasker, dan bermata hitam sayu, yang memancarkan aura kemalasan itu berjalan menuju ke meja guru. Perkenal-kan, heii. Kalian kan sudah tahu, dia adalah guru Matematika dan Fisika yang menjadi guru kelas X-A. Aku sempat menyukainya Loh, tapi... dia itu kekasih seorang guru Biologi, kau tau Anko Mitarashi? Ya mereka punya hubungan begitu-lah. Di kelas kami Kakashi-Sensei hanya mengajar Matematika, sedangkan guru Fisika-nya adalah Yamato-Sensei.

Waah jadi cerita tentang, guru ya. Maaf!

“Selamat Pagi!” Ucap pria yang sedang berdiri didepan kami.

“Pagi Sensei!” Ucap murid-murid yang ada di kelas ini.

“Seperti yang sudah kita ketahui bersama, hari ini adalah hari pemberitahuan bahwa kalian itu, naik ke kelas XI atau malah tetap berada di kelas X.” Jeda “Tapi, saya bangga karena, di kelas ini tidak ada yang tinggal kelas.” Selesai sang Sensei berbicara, kelas mulai terdengar gaduh.

“Tolong tertib!” ucap Sensei dari depan, kelas kembali hening.

“Disini, saya juga sudah memutuskan jurusan apa yang akan kalian ambil. Di kelas ini, semua saya rekomendasikan untuk mengambil jurusan IPA, karena nilai kalian cukup baik.”

Kulihat Shikamaru tersenyum, tentu saja. Pasti dia senang, dia tidak akan bertemu lagi dengan pelajaran – pelajaran menghapal kecuali Biologi. Kau tau setiap pelajaran Sejarah, Geografi dan Sosiologi, dia selalu menderita mual. Kenapa? Tentu saja, dia tidak kuat membaca. Padahal kalau aku, aku lebih mual melihat rumus – rumus fisika yang kadang membuat-ku pingsan.

“Semester ini, banyak yang berubah. Baik urutan juara ataupun ranking masing-masing. Jadi saya harap yang peringkatnya nanti turun, bergiatlah belajar! Yang semakin naik, tolong pertahankan!”

Kulihat sekeliling kelas, semuanya terlihat deg – degan. Kulihat Sai yang sedikit takut, dia kan baru pindah. Disekolah lamanya dia katanya dapat peringkat. Tapi melihat pesaing yang ada di kelas ini, kurasa dia sudah menyerah. Aku jadi merasa sedikit sedih.

“Baiklah, semester ini, juara ke-tiga kita diraih oleh Sabaku No Gaara.” Tidak ada penekanan, tidak membuat deg-degan. Dasar Guru aneh! Aku mulai sedikit malas mendengar pengumumannya. Rasanya tidak ada perubahan dalam urutan peringkatnya. Semester lalu Gaara juga meraih peringkat ke-tiga.

Kulihat Gaara, dia maju dan memasang wajah no-Ekspresinya. Kurasa kalau-pun dia menjadi juara pertama, ekspresinya akan selalu seperti itu. Kakashi-sensei memberikan raport Gaara, dan sepertinya dia meminta Gaara untuk tetap berada di depan.

“Peringkat kedua di duduki oleh Uchiha Sasuke!” Ucap Sensei dari depan. Kudengar suara gaduh dari belakang-ku. Naruto memukul meja, lalu menjabat tangan Sasuke, Lalu beberapa detik kemudian Sakura terlihat menengok ke belakang. Menjabat Sasuke lagi.

Kulihat Sasuke berjalan menuju depan kelas. Sambil tersenyum penuh kemenangan. Semester lalu dia tidak mendapat peringkat karena sedang berpacaran dengan Uzumaki Karin dari Nukennin High School, setelah putus ternyata, Sasuke jadi bisa mendapat peringkat.

“Nah, yang sangat ditunggu. Yaitu peringkat Pertama kita, ada yang ingin membantu saya memanggilnya?” tanya Kakashi-sensei. Aku mengeryit kebingungan. Maksudnya Apa coba?

“Shika ya?” ucap-ku lirik. Tapi sepertinya Sensei mendengarku.

“Benar sekali Ino!” ucap Sensei, aku sedikit terkejut.

“Apa?” tanya Sakura pada-ku. “Siapa?” tanya-nya lagi.

“Nara Shikamaru! Tolong maju!” ucap Kakashi – sensei. Shika maju dengan malasnya. Mungkin dia sudah tau, kalau dia peringkat pertama. Sepele kan? Memang begitulah bocah Nara itu.

Setelah pengumuman juara, Kakashi-sensei menyuruh ketiga juara untuk kembali ke tempat duduk-nya. Banyak yang berubah, semester ini Sakura mendapat peringkat ke-4, dia naik 1 peringkat. Malah aku yang turun menjadi peringkat ke-5. Tapi tak apalah, tetap saja aku masih lebih pintar dari semua yang ada dibawah-ku. Urutan ke-6 ditempati Hinata, kemudian Sai, wah... dia langsung jadi peringkat ke-7 di kelas ini. Shino urutan ke-8, lalu Naruto, dia banyak meningkat, Chouji, Kiba, Suigetsu, lalu.....

“Terimakasih untuk tahun-tahun ini. Kita akan bertemu lagi di tahun ajaran depan! Saya berharap bisa jadi guru Fisika kalian!” Ucap Kakashi-sensei, lalu meninggalkan ruangan. Seisi kelas menganga kecuali Sai, Sasuke, Gaara dan Shino.

Tapi, akhirnya aku tersenyum. Mudah-mudahan kelas ini tidak akan dipisah lagi. Kami terlalu akrab, ku-rasa.

***
Aku berjalan pulang dengan Shikamaru, Chouji dan Sai. Tapi Shika tidak bisa ikut mengantar, karena dia ingin mengantar Temari-san yang akan melanjutkan kuliah ke Tsuna. Ya mungkin sampai di Air-port.

Chouji juga tidak bisa mengantar-ku. Dia harus segera pulang. Rumahnya yang paling dekat dari semua rumah siswa yang ada di SMU KoHa.

***
Tinggallah aku dengan Sai. Kami tidak langsung pulang ke rumah, menghabiskan beberapa puluh menit di kedai teh. Lalu kami pergi ke suatu tempat, yang Sai bilang. Tempat paling menyenangkan di Konoha. Air terjun, rasanya nyaman sekali.

“Bagaimana menurutmu?” tanya Sai tiba – tiba. Sedikit tersentak, tapi tetap kujawab.

“Menyenangkan. Rasanya aman sekali!” ucapku antusias.

“Benarkah?”

“Heem!”

“Kuharap, tidak se-menyenangkan saat bersama-ku!” kata-kata itu sedikit membuatku tersentak lagi. Kupandang Sai dengan pandangan ‘MAKSUDNYA?’

Sai tersenyum lalu memandang Air yang terjun dari sebuah bukit curam. Sarat matanya seperti sedang berbicara, hanya saja aku tidak tau apa artinya.

“Aku menyukai Air terjun ini. Aku nyaman berada disini, meskipun sendirian. Hanya saja...” perkataan Sai terputus, aku memandang ke arahnya.

“Kenapa?” tanya ku. Sai masih tetap memandangi Air terjun itu.

“Hanya saja, tidak senyaman saat aku sedang bersama mu.” Sai tiba-tiba berbicara. Kurasakan detak jantung-ku kembali tidak beraturan. Apa maksud Sai? Aku bertanya-tanya dalam hati.

“Maksud mu? Tanya-ku.

“Aku menyukai mu, dan aku merasa nyaman jika sedang bersama mu.” Ucap Sai, setelah dia selesai berbicara, kurasakan tubuh-ku sedikit kaku. Pipi-ku memanas..

“Sai?” ucap-ku lirih. Kulihat Sai berdiri, dia memandang ke arah-ku yang sedang duduk. Kepala ku harus mendongak agar dapat melihat Sai.

“INO! AKU MENYUKAI MU! MAUKAH ENGKAU MENEMANI KU?” Teriak Sai tiba – tiba ke arah air terjun. Aku berdiri, sedikit kaku. Baru kali ini seorang pria terus terang menyukai ku. Ini sedikit aneh bagi-ku.

Ku beranikan diri ku, ku tatap air terjun itu lekat-lekat. Dan...

“KAU YANG TERBAIK! TERIMAKASIH!” Teriak ku. Kupandang Sai, dia juga sedang melihat ku. Mata hitamnya bertemu dengan mata biru langit-ku. Sedikit salah tingkah kurasa. Dia tersenyum, lalu menjauh dua langkah dari tempatnya berdiri sebelumnya. Kemudian dia berlutut.
(Readers: Sai, gak usah berlutut! Alay tahu!! ;
Ino : Kok repot banget sih? ;
Readers : Kok nyolot sih? ;
Sai : gimana ni Sry? Kok cewek ku jadi di buli Readers? ;
Author : Maaf Sai, Ino. Readersnya emang tukang bulli! ;
Readers : APA?? ; Authornya di tonjok Readers)

“Jadi, Apakah engkau mau menemaniku? Menjadi kekasih ku?” Sai berbicara sangat lembut. Dia menunduk.

Kuraih tangannya yang pucat itu. Aku tersenyum,

“Aku Mau!” Ucapku.

***
Mulai hari itu, aku dan Sai berpacaran. Meskipun liburan tak bisa kuhabiskan bersama Sai, karena dia berlibur ke Kiri Gakure. Kami selalu saling menghubungi. Aku, Shika dan Chouji menghabiskan liburan di desa dengan menghabiskan waktu di tempat latihan ninja dan kadang – kadang kami berjualan bunga keliling desa.

Rasanya menyenangkan sekali, Aku akhirnya berpacaran dengan Sai, hubungan ku dengan Shika dan Chouji kembali seperti dulu. Shika banyak menghabiskan waktu bersama ku, Chouji, Naruto, Sasuke, Sakura dan lainnya. Apalagi dia akhirnya bisa LDR dengan Temari-san.

Rasanya Sangat menyenangkan! Kuharap, aku bisa kembali bercerita kepada kalian tentang hubungan ku dengan Sai, juga semua orang yang ada di kelas ku bahkan desa ku!


*TERIMA KASIH*


                                                                        Ino & Sai J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar