Senin, 25 April 2016

Fanfiction : Sing A Sky Full Of Stars Chapter 17

Haii Semuaa! Apa kabar? Maaf udah lama gak nge-post lagii.
Minggu depan edisinya Naruto Fic! Harus pada baca ya!!
Edisi Sai & Ino.

Hari Ini Biar Fic ini dulu yaa!!!



Sing A Sky Chapter 17


        Jam tangan Maddi menunjukkan pukul 09.45. Maddi menghela napas, entah sudah yang keberapa kalinya dia melakukan hal itu. Dia merasa sangat menyesal tidak ikut Final sing competition itu. Christ sangat kecewa, sampai-sampai Christ menolak untuk bicara dengan Maddi.
        Di waktu yang sama, tapi di tempat yang berbeda Greyson juga sedang duduk memandang ke arah langit. ‘Bahagia sekali bisa tinggal di langit. Dipenuhi dengan cahaya yang indah. Meskipun tak dapat menggapai bintang. Tetap saja akan tinggal diantara bintang-bintang’ iya kan??.
Greyson juga sama dengan Maddi, dia habis dimarahi oleh Austin. Karena apa?? Tentu saja karena tidak ikut Final bahkan, mengundurkan diri.
        Kalau saja tadi siang dia membujuk Maddi supaya menyelesaikan kompetisi itu dulu, pasti kejadiannya tidak se-fatal ini. Austin tidak memperdulikannya, bahkan marah-marah tak jelas pada siapa. Grey menundukkan kepalanya, mencoba mencerna kegiatan merepotkan yang menyebabkan perpecahan antara empat orang sekaligus. Christina Grimmie marah pada Maddi dan Greyson, itu wajar. Mungkin dia kesal dengan kejadian ‘Mengundurkan diri itu’. Tapi Christ juga tidak bicara dengan Austin, hal itu yang membuat Austin hampir gila sampai marah-marah tak jelas.
        Benar-benar hal yang sangat sangat rumit.
***
        Maddi memandang langit malam itu dengan wajah penuh dengan penyesalan. Kenapa Christ harus marah sih? Itukan hanya kompetisi menyanyi biasa. Apa karena Christ adalah salah satu juri? Makanya dia merasa kesal, Maddi memilih mengundurkan diri, seakan-akan kompetisi itu hanya mainan.
        Maddi masuk kedalam rumah setelah cukup lama memandang langit malam yang malam itu bisa dibilang cukup indah. Dirapatkannya jaketnya, lalu berjalan menuju kamar orangtuanya dulu, yang sekarang adalah kamar Mia. Dibukanya pintu kamar tersebut. Ternyata Mia belum tidur, dia sedang memainkan I-phone Christ rupanya.
        “Mia? Boleh aku tidur dengan mu?” tanya Maddi sedikit hati-hati. Mia yang mendengar suara Maddi memandang kakaknya itu sejenak.
        “Kak Christ tidur disini.” Ucap Mia pelan kemudian menarik Maddi yang masih berdiri ke arah tempat tidur. Dan memang terlihatlah kalau Christ sedang tertidur sambil memeluk guling. Maddi memandangi Christ beberapa saat kemudian dia meninggalkan ruangan itu.
        Maddi masuk kekamarnya, dia memilih beberapa bajunya. Tapi untuk apa??. Maddi mengambil tas hitam kecil yang biasa dipakainya untuk pergi jalan-jalan. Dimasukkannya beberapa pakaian, music-boxnya, charger Hp, sebuah kaus kaki coklat, dan yang terakhir sebuah foto dengan pigura hitam cantik dari dalam lemarinya. Itu foto Maddi, Christ, Greyson dan Austin saat audisi pertama diadakan.
        Maddi mengganti bajunya, dia memakai sebuah kaus lengan panjang merah muda sebagai atasan dan sebagai bawahannya dia menggunakan legging hitam licin dengan sepatu boot hitam setengah lutut, dia memakai syal berwarna hitam dan sebuah topi tak ber-kap berwarna hitam.
        Maddi memasukkan dompet dan I-phonenya kedalam tas lalu keluar dari kamar. Dia berjalan menuju pintu keluar. Dia ingin melarikan diri?? Maddi mengeluarkan sepedanya yang sudah lama tak pernah digunakannya dari dalam garasi. Kemudian pergi sambil mengayuh sepeda  dengan santai meninggalkan rumahnya.
        “Aku pergi kemana ya?” tanya Maddi pada dirinya sendiri. Maddi tetap mengayuh sepedanya meskipun dia belum tahu mau kemana dia akan pergi. Sebuah ide terbersit dipikirannya.
        “Kerumah Megan saja ya...??” dia terlihat tersenyum sesaat, “Hmmh, tapi ada Conor.” Maddi memasang wajah sedih lagi.
        Malam sudah sangat larut jam tangan Maddi menunjukkan pukul 01.45, ‘Apa ini sudah pagi?’ batin Maddi saat melihat jam tangannya. Maddi merasa lapar Jdi dia memutuskan untuk membeli beberapa makanan di supermarket yang dilewatinya. Di parkirkan-nya sepeda itu di tempat parkiran sepeda, kemudian berjalan masuk kedalam supermarket. Dia membeli dua buah roti, satu kaleng susu dingin, dan sebuah coklat.
        Maddi keluar dari dalam supermarket yang buka 24 jam itu. Dia pergi menuju sepedanya, dia memakan salah satu roti yang dibelinya tadi sambil menaiki sepeda.
Maddi sudah membawa sepedanya cukup jauh dari rumah. “Aku akan kerumah Chanel.” Batin Maddi.
        Sepeda Maddi menelusuri jalan menuju rumah Chanel. Sampailah dia dirumah Chanel, dia sangat berharap orangtua Chanel sedang tidak ada dirumah.
        “Mudah-mudahan saja...” bisik Maddi pelan. Kemudian Maddi mengeluarkan I-phonenya dari dalam tas. Kemudian mencari nomor Hp Chanel. Dapat! Maddi segera menekan ikon Call di layar touch-screen I-phonenya.
        “tit....tit...., jring... Halo Madd!” terdengar suara Chanel dari dalam I-phone Maddi. Maddi sangat senang ternyata Chanel mengangkat telponnya dengan cepat.
        “Chanel... boleh aku menginap dirumah mu beberapa hari kedepan?” tanya Maddi to the point.
        “Hmm?? Boleh Madd.” Jawab Chanel singkat.
        “Apa orangtua mu dirumah?” tanya Maddi, suara Maddi terdengar semakin pelan.
        “Tidak.” Jawaban Chanel barusan membuat bibir Maddi melengkung membuat sebuah senyuman.
        “Yasudah tolong buka pintunya. Aku sudah berada disini selama lima belas menit.” Ucap Maddi dengan nada manja.
        “Ya ampun Maddi! Ngapain kau datang jam segini?” suara dari I-phone Maddi kedengaran khawatir.
        “Nanti kuceritakan. Buka dulu pintunya.”
        “Aku sudah ditangga. Tunggu ya!”. Sambungan telponnya diputuskan sepihak oleh lawan bicara Maddi. Beberapa menit kemudian akhirnya pintu rumah besar itu terbuka.
        “Maddi?” Mata Chanel nyaris keluar melihat Maddi.
        “Boleh aku masuk?” tanya Maddi sambil tersenyum. Chanel yang sempat bengong akhirnya mempersilahkan Maddi masuk.
       
        Maddi masuk dan duduk di sofa ruang tamu Chanel. Dia terlihat sangat kelelahan, bagaimana tidak kelelahan? Dia mengayuh sepeda selama kurang lebih dua jam. Hampir saja dia tertidur. Kalau saja Chanel tidak bertanya, mungkin dia sudah mengarungi dunia mimpi.
        “Madd? Kenapa kau kerumah ku jam segini? Kau kabur dari rumah ya?” Tanya Chanel tanpa basa-basi. Maddi yang mendengarnya hanya tersenyum kecil.
        “Madd! Jawab pertanyaan ku!!” teriak Chanel sambil mengguncang-guncangkan tubuh Maddi. Maddi hampir saja tertidur, tapi karena guncangan yang cukup mengganggu akhirnya dia terbangun dan duduk dengan rapi meski dengan mata yang hampir menutup.
        “Hmmpphh?” jawab Maddi malas-malasan.
        “Madd!” Suara Chanel meninggi. Yang benar saja, sahabatnya itu tiba dirumahnya saat orang-orang sedang tidur. Dengan sepeda sebagai alat transportasi.
        “Aku lari Chanel...” jawab Maddi singkat, dia bahkan menutup mata saat menjawab Chanel.
        “Kenapa? Kenapa kau lari?” Chanel semakin panik.
        “Aku merasa sumpek dirumah ku. Kau tahu? Christ terlalu memanjakan Mia, sampai...” jeda “Aku tidak diperdulikan oleh Mia.” Ujar Maddi menyelesaikan kebohongannya.
        “Hanya karena itu?” menghela napas “KAU KABUR?” Chanel berteriak histeris. Maddi hanya menggangguk. “Madd?” sempat Chanel ingin menasehati Maddi, tapi Chanel merasa kasihan sekali pada Maddi. Dia kelihatan sangat mengantuk.
        “Ayo kita tidur...” ajak Chanel. Maddi yang mendengarnya mengangguk.
        “Aku disini saja, aku sudah sangat mengantuk. Aku tak sanggup lagi, kalau harus menaiki tangga.” Jawab Maddi sambil menguap. Chanel terlihat keberatan, dia segera menarik lengan sahabat seperjuangannya itu.
        “Kita tidur dikamar ku! Dan kau harus ganti baju! Bagaimana mungkin kau tidur menggunakan celana Legging.” Ujar Chanel sambil menarik Maddi menaiki tangga.
        “Nel, aku ngantuk!” Maddi memang berjalan ditarik oleh Chanel, tapi matanya masih setia menutup.
Kali ini Chanel tak segan-segan menarik Maddi sekuat tenaga. “Aku bilang dikamar ku! YA DIKAMAR KU MADDI KRISTIE JANE!!” Chanel berteriak lagi. Kali ini akhirnya Maddi terbangun dan berjalan sendiri menyusuri anak-anak tangga itu. Sesampainya di kamar Chanel, Maddi segera mengganti baju, dia meminjam piyama Chanel. Ya iyalah... dia tidak membawa piyama dari rumah.
        Akhirnya saat jam tangan Maddi menunjukkan pukul 02.55, Maddi dan Chanel pun akhirnya tertidur. Terlihat gura-gurat kelelahan di wajah Maddi yang sedang tertidur pulas. Malam itu terasa dingin sekali, sehingga kedua gadis itu menarik selimut dan merapatkannya ketubuh mereka.

Sementara itu...
        Greyson belum bisa menutup matanya hingga jam dinding rumahnya menunjukkan angka 03.00. Mengerikan sekali bukan? Headphone abu-abu Greyson terpasang dengan baik di telinganya. Kamarnya terlihat sangat berantakan sekali. Greyson duduk di sudut ruangan, mencoba memejamkan matanya, tapi sayang sekali sama sekali tidak bisa. Bahkan sudah terlihat adanya garis gelap di sekeliling mata coklat itu. Benar- benar mengenaskan sekali.
        “Maddi sedang apa ya?” dia benar-benar bingung mengapa dia teringat pada Maddi. Ini terlalu rumit. Keadaannya adalah, dia menyayangi Maddi sepenuh hati tapi dia tidak pernah bisa mengutarakan perasaannya pada Maddi. Ditambah saat ini Maddi pasti merasa sangat ‘down’ dengan kejadian yang menyebabkan dirinya dan Greyson terpuruk.
        Greyson terlihat melamun dengan tenang. Matanya tak berkedip sejak tadi, mencoba menerawang bila dia kembali bersama dengan Maddi. Saling mencintai seperti tiga setengah tahun yang lalu. Dia sangat menyesal, kenapa malam itu dia mengantarkan Tiffany pulang, kenapa dia tidak menolak saat mengetahui Tiffany ingin menciumnya.
        “HAH!” Suara Greyson terdengar sangat berat. “Aku mencintai Maddi dari dulu sampai sekarang! Aku tak akan pernah bisa melupakannya. Sekalipun tidak akan pernah bisa.

TO BE CONTINUED...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar