Minggu depan edisinya Naruto Fic! Harus pada baca ya!!
Edisi Sai & Ino.
Hari Ini Biar Fic ini dulu yaa!!!
Sing A Sky Chapter 17
Jam
tangan Maddi menunjukkan pukul 09.45. Maddi menghela napas, entah sudah yang
keberapa kalinya dia melakukan hal itu. Dia merasa sangat menyesal tidak ikut
Final sing competition itu. Christ sangat kecewa, sampai-sampai Christ menolak
untuk bicara dengan Maddi.
Di
waktu yang sama, tapi di tempat yang berbeda Greyson juga sedang duduk
memandang ke arah langit. ‘Bahagia sekali bisa tinggal di langit. Dipenuhi
dengan cahaya yang indah. Meskipun tak dapat menggapai bintang. Tetap saja akan
tinggal diantara bintang-bintang’ iya kan??.
Greyson juga sama dengan Maddi,
dia habis dimarahi oleh Austin. Karena apa?? Tentu saja karena tidak ikut Final
bahkan, mengundurkan diri.
Kalau
saja tadi siang dia membujuk Maddi supaya menyelesaikan kompetisi itu dulu,
pasti kejadiannya tidak se-fatal ini. Austin tidak memperdulikannya, bahkan
marah-marah tak jelas pada siapa. Grey menundukkan kepalanya, mencoba mencerna
kegiatan merepotkan yang menyebabkan perpecahan antara empat orang sekaligus.
Christina Grimmie marah pada Maddi dan Greyson, itu wajar. Mungkin dia kesal
dengan kejadian ‘Mengundurkan diri itu’. Tapi Christ juga tidak bicara dengan
Austin, hal itu yang membuat Austin hampir gila sampai marah-marah tak jelas.
Benar-benar
hal yang sangat sangat rumit.
***
Maddi
memandang langit malam itu dengan wajah penuh dengan penyesalan. Kenapa Christ
harus marah sih? Itukan hanya kompetisi menyanyi biasa. Apa karena Christ
adalah salah satu juri? Makanya dia merasa kesal, Maddi memilih mengundurkan
diri, seakan-akan kompetisi itu hanya mainan.
Maddi
masuk kedalam rumah setelah cukup lama memandang langit malam yang malam itu
bisa dibilang cukup indah. Dirapatkannya jaketnya, lalu berjalan menuju kamar
orangtuanya dulu, yang sekarang adalah kamar Mia. Dibukanya pintu kamar
tersebut. Ternyata Mia belum tidur, dia sedang memainkan I-phone Christ
rupanya.
“Mia?
Boleh aku tidur dengan mu?” tanya Maddi sedikit hati-hati. Mia yang mendengar
suara Maddi memandang kakaknya itu sejenak.
“Kak
Christ tidur disini.” Ucap Mia pelan kemudian menarik Maddi yang masih berdiri
ke arah tempat tidur. Dan memang terlihatlah kalau Christ sedang tertidur
sambil memeluk guling. Maddi memandangi Christ beberapa saat kemudian dia
meninggalkan ruangan itu.
Maddi
masuk kekamarnya, dia memilih beberapa bajunya. Tapi untuk apa??. Maddi
mengambil tas hitam kecil yang biasa dipakainya untuk pergi jalan-jalan.
Dimasukkannya beberapa pakaian, music-boxnya, charger Hp, sebuah kaus kaki
coklat, dan yang terakhir sebuah foto dengan pigura hitam cantik dari dalam
lemarinya. Itu foto Maddi, Christ, Greyson dan Austin saat audisi pertama
diadakan.
Maddi
mengganti bajunya, dia memakai sebuah kaus lengan panjang merah muda sebagai
atasan dan sebagai bawahannya dia menggunakan legging hitam licin dengan sepatu
boot hitam setengah lutut, dia memakai syal berwarna hitam dan sebuah topi tak
ber-kap berwarna hitam.
Maddi
memasukkan dompet dan I-phonenya kedalam tas lalu keluar dari kamar. Dia
berjalan menuju pintu keluar. Dia ingin melarikan diri?? Maddi mengeluarkan
sepedanya yang sudah lama tak pernah digunakannya dari dalam garasi. Kemudian
pergi sambil mengayuh sepeda dengan
santai meninggalkan rumahnya.
“Aku
pergi kemana ya?” tanya Maddi pada dirinya sendiri. Maddi tetap mengayuh
sepedanya meskipun dia belum tahu mau kemana dia akan pergi. Sebuah ide
terbersit dipikirannya.
“Kerumah
Megan saja ya...??” dia terlihat tersenyum sesaat, “Hmmh, tapi ada Conor.”
Maddi memasang wajah sedih lagi.
Malam
sudah sangat larut jam tangan Maddi menunjukkan pukul 01.45, ‘Apa ini sudah
pagi?’ batin Maddi saat melihat jam tangannya. Maddi merasa lapar Jdi dia
memutuskan untuk membeli beberapa makanan di supermarket yang dilewatinya. Di
parkirkan-nya sepeda itu di tempat parkiran sepeda, kemudian berjalan masuk
kedalam supermarket. Dia membeli dua buah roti, satu kaleng susu dingin, dan
sebuah coklat.
Maddi
keluar dari dalam supermarket yang buka 24 jam itu. Dia pergi menuju sepedanya,
dia memakan salah satu roti yang dibelinya tadi sambil menaiki sepeda.
Maddi sudah membawa sepedanya
cukup jauh dari rumah. “Aku akan kerumah Chanel.” Batin Maddi.
Sepeda
Maddi menelusuri jalan menuju rumah Chanel. Sampailah dia dirumah Chanel, dia
sangat berharap orangtua Chanel sedang tidak ada dirumah.
“Mudah-mudahan
saja...” bisik Maddi pelan. Kemudian Maddi mengeluarkan I-phonenya dari dalam
tas. Kemudian mencari nomor Hp Chanel. Dapat! Maddi segera menekan ikon Call di
layar touch-screen I-phonenya.
“tit....tit....,
jring... Halo Madd!” terdengar suara Chanel dari dalam I-phone Maddi. Maddi
sangat senang ternyata Chanel mengangkat telponnya dengan cepat.
“Chanel...
boleh aku menginap dirumah mu beberapa hari kedepan?” tanya Maddi to the point.
“Hmm??
Boleh Madd.” Jawab Chanel singkat.
“Apa
orangtua mu dirumah?” tanya Maddi, suara Maddi terdengar semakin pelan.
“Tidak.”
Jawaban Chanel barusan membuat bibir Maddi melengkung membuat sebuah senyuman.
“Yasudah
tolong buka pintunya. Aku sudah berada disini selama lima belas menit.” Ucap
Maddi dengan nada manja.
“Ya
ampun Maddi! Ngapain kau datang jam segini?” suara dari I-phone Maddi
kedengaran khawatir.
“Nanti
kuceritakan. Buka dulu pintunya.”
“Aku
sudah ditangga. Tunggu ya!”. Sambungan telponnya diputuskan sepihak oleh lawan
bicara Maddi. Beberapa menit kemudian akhirnya pintu rumah besar itu terbuka.
“Maddi?”
Mata Chanel nyaris keluar melihat Maddi.
“Boleh
aku masuk?” tanya Maddi sambil tersenyum. Chanel yang sempat bengong akhirnya
mempersilahkan Maddi masuk.
Maddi
masuk dan duduk di sofa ruang tamu Chanel. Dia terlihat sangat kelelahan,
bagaimana tidak kelelahan? Dia mengayuh sepeda selama kurang lebih dua jam.
Hampir saja dia tertidur. Kalau saja Chanel tidak bertanya, mungkin dia sudah
mengarungi dunia mimpi.
“Madd?
Kenapa kau kerumah ku jam segini? Kau kabur dari rumah ya?” Tanya Chanel tanpa
basa-basi. Maddi yang mendengarnya hanya tersenyum kecil.
“Madd!
Jawab pertanyaan ku!!” teriak Chanel sambil mengguncang-guncangkan tubuh Maddi.
Maddi hampir saja tertidur, tapi karena guncangan yang cukup mengganggu
akhirnya dia terbangun dan duduk dengan rapi meski dengan mata yang hampir
menutup.
“Hmmpphh?”
jawab Maddi malas-malasan.
“Madd!”
Suara Chanel meninggi. Yang benar saja, sahabatnya itu tiba dirumahnya saat
orang-orang sedang tidur. Dengan sepeda sebagai alat transportasi.
“Aku
lari Chanel...” jawab Maddi singkat, dia bahkan menutup mata saat menjawab
Chanel.
“Kenapa?
Kenapa kau lari?” Chanel semakin panik.
“Aku
merasa sumpek dirumah ku. Kau tahu? Christ terlalu memanjakan Mia, sampai...”
jeda “Aku tidak diperdulikan oleh Mia.” Ujar Maddi menyelesaikan kebohongannya.
“Hanya
karena itu?” menghela napas “KAU KABUR?” Chanel berteriak histeris. Maddi hanya
menggangguk. “Madd?” sempat Chanel ingin menasehati Maddi, tapi Chanel merasa
kasihan sekali pada Maddi. Dia kelihatan sangat mengantuk.
“Ayo
kita tidur...” ajak Chanel. Maddi yang mendengarnya mengangguk.
“Aku
disini saja, aku sudah sangat mengantuk. Aku tak sanggup lagi, kalau harus
menaiki tangga.” Jawab Maddi sambil menguap. Chanel terlihat keberatan, dia
segera menarik lengan sahabat seperjuangannya itu.
“Kita
tidur dikamar ku! Dan kau harus ganti baju! Bagaimana mungkin kau tidur
menggunakan celana Legging.” Ujar Chanel sambil menarik Maddi menaiki tangga.
“Nel,
aku ngantuk!” Maddi memang berjalan ditarik oleh Chanel, tapi matanya masih
setia menutup.
Kali ini Chanel tak segan-segan
menarik Maddi sekuat tenaga. “Aku bilang dikamar ku! YA DIKAMAR KU MADDI
KRISTIE JANE!!” Chanel berteriak lagi. Kali ini akhirnya Maddi terbangun dan
berjalan sendiri menyusuri anak-anak tangga itu. Sesampainya di kamar Chanel,
Maddi segera mengganti baju, dia meminjam piyama Chanel. Ya iyalah... dia tidak
membawa piyama dari rumah.
Akhirnya
saat jam tangan Maddi menunjukkan pukul 02.55, Maddi dan Chanel pun akhirnya
tertidur. Terlihat gura-gurat kelelahan di wajah Maddi yang sedang tertidur
pulas. Malam itu terasa dingin sekali, sehingga kedua gadis itu menarik selimut
dan merapatkannya ketubuh mereka.
Sementara itu...
Greyson
belum bisa menutup matanya hingga jam dinding rumahnya menunjukkan angka 03.00.
Mengerikan sekali bukan? Headphone abu-abu Greyson terpasang dengan baik di
telinganya. Kamarnya terlihat sangat berantakan sekali. Greyson duduk di sudut
ruangan, mencoba memejamkan matanya, tapi sayang sekali sama sekali tidak bisa.
Bahkan sudah terlihat adanya garis gelap di sekeliling mata coklat itu. Benar-
benar mengenaskan sekali.
“Maddi
sedang apa ya?” dia benar-benar bingung mengapa dia teringat pada Maddi. Ini
terlalu rumit. Keadaannya adalah, dia menyayangi Maddi sepenuh hati tapi dia
tidak pernah bisa mengutarakan perasaannya pada Maddi. Ditambah saat ini Maddi
pasti merasa sangat ‘down’ dengan kejadian yang menyebabkan dirinya dan Greyson
terpuruk.
Greyson
terlihat melamun dengan tenang. Matanya tak berkedip sejak tadi, mencoba
menerawang bila dia kembali bersama dengan Maddi. Saling mencintai seperti tiga
setengah tahun yang lalu. Dia sangat menyesal, kenapa malam itu dia
mengantarkan Tiffany pulang, kenapa dia tidak menolak saat mengetahui Tiffany
ingin menciumnya.
“HAH!”
Suara Greyson terdengar sangat berat. “Aku mencintai Maddi dari dulu sampai
sekarang! Aku tak akan pernah bisa melupakannya. Sekalipun tidak akan pernah
bisa.
TO BE CONTINUED...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar