Selasa, 05 Mei 2015

Fanfiction : Sing A Sky Full Of Stars Chapter 11



Sing A Sky Chapter 11

Ini Chapter terbarunya...
Makasih buat teman-teman aku yang ngedukung untuk nyelesain Fic ini
Fitri, Kiky, Yola .(I Love Ossi!!)
 

            Megan yang sedang duduk di pekarangan rumahnya sedang bernyanyi-nyanyi sendiri. Terlihat jelas ada sebuah‘headset’  menempel di telinganya. Tiba-tiba ada yang menepuk bahunya, “Yo... Megan!!” suara itu terdengar sangat ‘Familiar’ di telinga Megan.
            “Apa?” jawab Megan santai, sepertinya sudah sering diterkejutkan oleh orang. Buktinya bila ada orang yang mengejutkan dia tidak tidak pernah terkejut.
            Laki-laki bermata abu-abu itu duduk disamping Megan. Dia menarik salah satu ‘headset’ yang menempel di telinga Megan, kemudian memasangkannya ke telinganya. Megan menatap pria itu dengan pandangan kesal.
“Kau ini.” Megan menggeram. Pria tetap tidak perduli, sepertinya dia menikmati lagu yang sedang diputar oleh Megan.
“Conor Maynard !!!” seru Megan dengan keras sampai Conor melompat dari duduknya.
            “Kau ini! Kalau mau berteriak jangan tepat ditelinga ku!” seru Conor sambil menutup telinganya, sepertinya telinganya memang sangat sakit.
            Megan tersenyum puas, dia melepaskan ‘headset’ dari telinganya. Kemudian mematikan musik yang tadi diputarnya. “Makanya. Jangan suka mengambil barang orang lain tanpa meminta!” seru Megan di sambung dengan tawa renyahnya.
            Conor kembali duduk disamping Megan, “Maaf kalau begitu.” Conor berbicara sangat pelan. Bahkan Megan tidak mendengarnya. Megan menatap Conor sejenak lalu dia berdiri tepat didepan pria itu.
            “Kau tidak berniat mengajak ku jalan-jalan?” Megan bertanya.
            “Hah??” tiba-tiba jantung Conor berdegup kencang tak beraturan, refleks tangannya langsung memegangi dadanya. Kalau saja tulang rusuk pria itu tidak ada, mungkin jantungnya sudah melompat keluar. Dia merasa sangat kaget, tidak pernah Megan bertanya seperti itu padanya ‘Apa dia mau kami berkencan?’ batinnya. Ditepisnya angan-angannya itu.
            Melihat sikap Conor yang aneh, Megan duduk di depan Conor. Jadi mereka duduk berhadapan, sangat dekat.
Conor yang duduk di kursi merasakan kalau jantungnya akan segera melompat keluar. Megan menengadahkan kepalanya supaya dia dapat memandang wajah Conor.
Mata Megan menatap Conor dengan tatapan aneh. “Hey.. Yo!” serunya tiba-tiba sehingga membuat Conor terkejut. Dan yang paling terkejutnya adalah Conor mencium kening Megan. Conor masih menutup matanya, ‘Aneh.. kenapa bibirku rasanya menyentuh sesuatu ya?’ batinnya.
 Mata Megan terbelalak, tiba-tiba darahnya mengalir sangat cepat ‘Mr. Maynard mencium ku’ serunya dalam hati.
            Megan sadar, Conor sudah menciumnya terlalu lama, dia mendorong tubuh Conor. Tindakan itu membuat tubuh Conor terlempar, sehingga dia jatuh dari kursi kayu tanpa sandaran itu.
            “Arggghhh...” suara Conor terdengar seperti orang yang sedang kesakitan.
            “Kau gak papa kan?” tanya Megan tiba-tiba sambil menarik tangan Conor.
            “Ahhh..??!?? Tidak apa-apa.” Jawabnya sambil mencoba berdiri, dia menatap Megan, dia akhirnya sadar kalau tadi dia mencium kening Megan. “Maaf... aku tidak sengaja. Aku sangat menyesal, aku tidak bermaksud!” seru Conor, dia sangat menyesal melakukan sesuatu yang sangat memalukan. ‘MEMALUKAN?’ tentu saja.. gadis yang diciumnya tadi kan bukan kekasihnya.
            Megan tertunduk malu, dia juga tidak bisa bicara apa-apa. Dia bingung sekali, kenapa tiba-tiba tubuhnya merasa kaku, dan kenapa sekarang jantungnya berdegup kencang? Dia memang sudah lama sekali menyukai Conor. Tapi, tak pernah sekalipun dia merasakan detak jantungnya berdegup sekencang ini saat bersama Conor. Tapi sekarang kog bisa seperti ini?.
            Melihat Megan tidak menjawab, Conor merasa bersalah, mungkin sekarang Megan sedang marah padanya. Dia sudah tidak berani lagi untuk membuka suara. Wajahnya menunduk.
            Megan merasa sudah cukup lama mereka berdua diam, akhirnya dia berbicara “Aku tidak apa-apa kok.”
            Conor menatap Megan, “Aku minta maaf Megan!” seru Conor, wajahnya menunjukkan kalau dia sangat-sangat-sangat menyesal.
            Megan tersenyum kecil, “Sudahlah.. itukan kecelakaan!” serunya sambil memegang bahu Conor. Dia menatap –laki-laki yang sedang berdiri di hadapannya itu.
            “Terimakasih mau memaafkan ku”
            “Sama-sama” jawab Megan sambil tersenyum kecil, sebenarnya senyum itu adalah senyum yang dipenuhi kebingungan. Conor menciumnya, dan anehnya dia tidak marah sama sekali. Apa dia juga menyukai Conor? Atau bagaimana?

***
            Jam dinding dirumah Maddi menunjukkan angka ‘Tujuh lewat empat puluh lima’. Maddi, Christ, Austin dan Greyson sedang ada di dalam kamar yang tidak memiliki tempat tidur, tapi Greyson merasa dia sedang berada di sebuah studio musik jelas saja di ruangan ini...
Ada sebuah Grand Piano berwarna hita mengilap dekat jendela, sebuah piano kecil yang ditempeli stikers dengan tulisan ‘cHRistInA gRimmIE’, ada sebuah komputer lengkap di dekat pintu masuk, sebuah gitar dan sebuah ‘bass’ di pojok ruangan, sebuah sofa di tengah ruangan dan sebuah mic lengkap dengan penyaring suaranya di dekat gitar itu.
            ‘Ini itu studio!, yang kurang hanya ruangan untuk rekaman’ pikir Greyson dalam hati, Christ berdiri dekat piano  yang di tempeli stikers dengan namanya itu.
Maddi mengambil gitar dan duduk di sofa, Austin duduk disamping Maddi, sementara Greyson masih berdiri di depan pintu, dia masih asik memperhatikan semua benda yang ada diruangan tempat ia berada itu.
 “Ini semua milik siapa?” tanya Greyson memecah keheningan.
            Christ menatap kearah Greyson lalu tersenyum kecil, “Ini milik kami berdua” jawabnya santai sambil melirik ke arah Maddi, tapi Maddi masih asik dengan gitarnya sehingga tidak mendengar apa yang sedang dibicarakan oleh Christ dan Greyson.
Sedangkan Austin, matanya berkutat pada sebuah layar kecil yang berada di hadapannya, ya tentu saja itu ‘hand-phone’.
            Greyson menelan ludah, Christ tersenyum kecil. “Kalian menyanyikan lagu apa ya?” tanya Christ tiba-tiba. Maddi mengalihkan pandangannya dari gitar, sekarang dia melihat ke arah Christ dan berkata.
            “Bagaimana kalau ‘A Thousand Of Years’?”
            “Hah?”, “Ohh, iya lagu itu bagus, setiap liriknya sangat bermakna” sahut Christ bersemangat.
            Austin menatap ke arah Christ, ‘Setiap liriknya bermakna?’ batinnya. ‘Untuknya? Atau untuk Maddi dan Grey?’ pertanyaan-pertanyaan aneh mulai terngiang di kepalanya.
            “Ahh?.. lagu itu ya? Bagus sih” Greyson memberikan komentar.
            “Jadi lagu itu yang akan kalian nyanyikan?” Austin akhirnya berbicara. Matanya masih menatap ke arah Christ, dia jadi penasaran, ‘Kenapa harus berarti?’.
            “Ya, I think that’s not bad” Maddi tersenyum kecil.
            “Okay, kalau memang Maddi suka itu yasudah” jawab Greyson sambil berpikir, ‘Aturannya jangan lagu itu’ batinnya sebenarnya menentang untuk menyanyikan lagu itu, dia merasa perasaannya pasti sangat kalut saat menyanyikannya nanti bersama Maddi.
            “Jadi kita ‘deal’ ya? A Thousand Of Years!” seru Christ bersemangat. Dia kemudian menekan tuts-tuts pianonya itu sehingga terdengar melodi-melodi yang indah. “Hey Grey? Kau kan jago main piano ayo mainkan pianonya!” seru Christ yang memberhentikan permainannya.
            Grey merasa terkejut lalu berdiri di depan grand piano hitam itu, dia duduk dan mulai menekan tuts piano itu. “Hearts beats fast... Colours and promises... How to be brave? How can I love when I’m Affraid to fall?” dia berhenti bernyanyi , nada dari piano itu pun sudah tak terdengar lagi.
            Austin berjalan ke arah Greyson lalu menepuk pundak Grey, “Kenapa berhenti?” tanya Austin.
            “Kan bukan Cuma aku yang mau menyanyi” jawab Greyson gugup. Christ mengerti apa maksud Grey, dia tersenyum kecil kemudian melirik ke arah Maddi yang sedang menatap Christ dengan pandangan aneh.
            “Maddi! Kau berdiri disamping Grey, agar kalian bisa bernyanyi bersama” seru Christ sambil tersenyum kecil.
            Maddi terkejut mendengar perkataan Christ, yang lebih menjurus ke perintah. Dengan pasrah Maddi berdiri di samping piano itu.
            “Ya sudah ayo kita latihan!” suara terdengar keberatan. Grey hanya bisa tersenyum melihat wajah Maddi yang hanya setengah menurut.
            Mereka pun memulai latihan, Greyson masuk di verse I, Lalu Maddi di verse II, Grey di Chorus yang I, Maddi di Chorus yang II, dan keduanya di Chorus terakhir. Christ tersenyum, dia seperti sedang menonton konser sebuah pasangan anak muda yang saling mencintai.
Tapi tiba-tiba dia berpikir kenapa Laki-laki yang duduk disampingnya itu hanya diam, seperti tidak menikmati konser yang sedang berjalan.
            “Apa-apaan ini? Tidak enak sekali!” Dan benarlah, Austin tidak suka pertunjukan yang dibuat oleh Maddi dan Grey. “Kalian seperti orang yang sedang bermusuhan tidak ada kebahagiaan yang terpancar dari wajah kalian berdua” seru Austin lagi.
            Christ mengangkat alis, ‘APA?? Dia memperhatikan mimik keduanya? Aku saja tidak memperhatikan wajah dua orang yang sedang bernyanyi.’.
            Maddi melihat ke arah Austin dan Christ, dia kelihatan bingung ‘Apa maksud Austin?’ batinnya. “Maksudnya bagaimana?” tanya Maddi tiba-tiba.
            “Huh? Kalian tidak mengerti apa yang ku maksud?” sahut Austin menatap Maddi.
            Greyson menggeleng, kedua alisnya terangkat, itu menandakan kalau dia sangat bingung. “Kau harus beritahu apa maksudnya!” seru Greyson sambil menekan tuts-tuts piano dengan sembarangan sehingga menimbulkan sebuah kebisingan.
            “Grey hentikan!” seru Maddi sambil menutup telinganya. Greyson segera menghentikan gerakannya lalu menunduk.
            “Maaf bila mengganggu mu” Greyson meminta maaf. Maddi menatap ke arah Greyson lalu tersenyum kecil.
            “It’s alright!” sahut Maddi, “Lalu apa maksud mu tadi?” lanjutnya lagi sambil melihat ke arah Austin.
            Austin memasang wajah kesal, “Maksud ku kalian harus menunjukkan ekspresi kalian saat bernyanyi, tunjukkan perasaan kalian saat menyanyikan lagu!”
            “Perasaan seperti apa? Aku masih tidak mengerti apa maksudnya?” tanya Greyson yang masih terlihat bingung.
            Austin menarik nafas dalam-dalam, “Tunjukkan kalau kalian ‘saling mencintai’ saat kalian bernyanyi”
            “SALING MENCINTAI??” Teriak Greyson dan Maddi bersamaan, wajah mereka berdua merah padam.
Sadar kalau mereka berbicara bersamaan, mereka saling menatap satu sama lain.
Detak jantung mereka berdua terasa sangat cepat, darah mereka berdesir cepat seperti turun dari kepala menuju kaki.
            Austin yang menyadari kalau Maddi dan Greyson itu sebenarnya masih sama-sama suka tersenyum kecil, dia melirik Christ yang diam terpaku melihat kelakuan dua orang yang berada di dekat piano. “Christ?” bisik Austin pelan.
            Christ menoleh, “Apa?” jawabnya pelan.
            “Mereka berdua cocok kan?” Austin berbicara sangat pelan
            “Ya, I think, mereka berdua itu cocok sekali” Suara Christ juga terdengar pelan.

            Greyson tiba-tiba berdiri, dia menarik tangan Maddi dan membawa gadis itu keluar dari ruangan itu, mereka berdua menuruni tangga sambil berpegangan tangan dan keluar dari rumah Maddi, Mia yang sedang menonoton film merasa aneh dengan kelakuan Sist Maddinya dan Greyson.

***
            Megan dan Conor sedang tidur-tiduran di taman belakang rumah Megan, mereka sedang berhayal.
Conor POV
            ‘Kalau saja aku berani, kenapa tadi aku tidak bilang kalau aku menyukai Megan?. Apa Megan juga menyukai ku? Apa baik jika aku ingin memiliki Megan lebih dari seorang sahabat? Jika kami benar-benar berpacaran lalu putus, apa hubungan ku dan Megan akan kembali seperti ini?’ Conor selalu memikirkan semua hal sampai jauh, apa yang akan terjadi bila seperti ini? Kalau seperti itu bagaimana? Kalau nanti begini, begitu?. Karena hal itu lah makanya Conor tidak pernah bisa mengungkapkan perasaannya pada Megan. Dia takut bila harus kehilangan Megan untuk selamanya, dia takut bila nanti Megan membencinya karena dia mengatakan bagaimana perasaannya yang sebenarnya.
Conor menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan suara “Hah!!”.

            Megan menoleh ke arah Conor, “Kau kenapa?” tanya Megan khawatir.
            “hah? Tidak, aku tidak kenapa-napa.” Jawab Conor sambil menggeleng.
           
            Megan berpikir keras, bagaimana caranya supaya dia bisa mengungkapkan perasaannya pada Conor, sekarang Conor sedang berbaring disampingnya, ingin sekali dia memegang tangan Conor lalu mengatakan semua perasaannya yang sudah Tujuh tahun ia pendam. Tak pernah ada keberanian untuk mengungkapkannya. “Conor! Aku sangat menyukai mu”bisiknya pelan, ia tidak sadar kalau ternyata Conor mendengarnya.
            “Apa?” Terdengar suara Conor sangat keras, Megan melihat Conor bangun dari tidurnya.
            ‘Apa yang terjadi? Conor mendengar ku?’ Megan merasa risau, ‘Apa mungkin sekarang adalah waktunya untuk mengatakan perasaan ku padanya?’ Megan bertanya-tanya dalam hati. Dia masih berbaring, dia melihat tubuh Conor yang sudah duduk, dia menatap sendu punggung itu. Dia lalu bangkit untuk duduk.   
            “Megan? Kau tadi bilang sesuatu kan? Tolong ulangi kalimat yang barusaja kau ucapkan itu!”
            “Ahh??!” seru Megan, wajahnya terlihat sangat pucat, degup jantungnya sangat-sangat cepat.
            Conor menatap ke arah Megan, pandangannya adalah pandangan bingung, “Katakan Megan! Ulangi kalimat yang tdi kau ucapkan!” suara Conor tiba-tiba terdengar kuat.
            “Err... Ehm” Megan sangat gugup, dia tidak sanggup memberi tahu Conor tentang perasaannya.
            “Megan?” terdengar suara Conor lagi, kali ini kedua tangan Conor sudah berada di pundak Megan, dia mengguncang-guncangkan badan Megan.
            Megan masih diam, kini terlihat kalau matanya menutup. “Aku menyukai mu Conor Maynard” Ucap Megan pelan, matanya masih senantiasa tertutup. Dia kelihatan sangat ketakutan, bila-bila nanti Conor akan menolaknya.
            Conor melepaskan tangannya dari pundak Megan, matanya terbelalak, jantungnya berdegup kencang, napasnya tidak teratur. “Maksud mu apa Megan?” tanya Conor tiba-tiba, “Jangan main-main mengatakan hal seperti itu!” lanjutnya lagi.
            Megan mengangkat kepalanya lalu menatap pria yang sedang berdiri di hadapannya itu, “Aku tidak main-main, aku sudah memendamnya selama tujuh tahun! Kau tak tahu itu kan?” Megan menjawab dengan berani, “Aku merasakannya mulai kau memilih untuk mendekati Tiffany!” lanjutnya lagi, kali ini suaranya meninggi.
            Conor terdiam, ‘saat aku mendekati Tiffany?’ batin Conor mulai bertanya-tanya. Dia menatap Megan sejenak, lalu menatap langit. “Megan? Terimakasih untuk kejujuran mu!”
            “Huh?” Alis Megan terangkat, seakan tidak mengerti.
            “Do you know? How many times I spent, only to say like you said before?”
            “Conor?”
            “Megan?” Conor berlutut di hadapan Megan, gadis yang berdiri di hadapannya terlihat kaget. “I Love you...”
            “What?” Megan terkejut dengan kata-kata Conor barusan.
            “Yes, will you be my girlfriend Megan ?” pertanyaan itu keluar dari bibir pria bermata abu-abu itu secara tiba-tiba.
Seorang Conor Maynard? Bisa mengucapkan kata-kata seperti itu? Author juga gak percaya sih.
            Megan menatap tubuh Conor yang mulai berdiri, sekarang mata mereka bertemu, Megan menatap dalam-dalam mata abu-abu milik Conor kemudian tersenyum kecil, “Can you repeat it?”
            Conor membalas tatapan Megan, bibirnya terdiam, otaknya berpikir, ‘Apa Megan menerima ku?’, ‘Atau dia mau menghina ku?’. Tapi Conor memberanikan diri, kedua tangannya meraih pergelangan tangan Megan.
Kemudian dia menarik napas, “Megan... I Love You! Will you be my girlfriend?” Conor mengucapkan kata-kata itu kembali dengan lancar.
            Megan tersenyum, entah keberanian darimana dia segera memeluk tubuh pria yang sedang berada di depannya itu, “Of course, I Love You so much!” bisiknya di telinga Conor.
           


To Be Continued.....

Sabtu, 02 Mei 2015

Fanfiction : Sing A Sky Full Of Stars Chapter 10



Sing A Sky Chapter 10


            Maddi yang sedang berbincang dengan Conor, dia tidak sadar ada yang memperhatikannya dengan tatapan aneh. Dia tidak memperdulikannya, dia tetap berbicara dengan Conor.
            Terdengar bel masuk sudah berbunyi. Maddi masuk ke kelas bersama Conor. Saat berdiri di pintu, dia melihat Greyson sejenak. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba menjalari tubuhnya. Dia berjalan menuju meja Greyson, meletakkan ransel coklatnya diatas meja, lalu duduk.
            Hari ini, kelas free, guru bahasa inggris mereka tidak datang. Tapi meskipun tidak datang mereka tetap diberikan tugas yaitu untuk membuat sebuah karangan Narasi. Dan yang paling sialnya bagi Maddi dan Greyson adalah Karangan ini dikerjakan berkelompok dengan teman sebangku masing-masing.
            “Topiknya apa ya Madd?” suara Greyson terdengar.
            Maddi ragu untuk menjawabnya, tapi ini akan menjadi nilai praktek mereka. “Menurut mu apa yang bagus?” Maddi mengeluarkan suaranya.
            “Aku juga tidak tahu, kau kan tahu aku tak pernah bisa mengarang”
            Maddi menatap Greyson, “Kau bisa mengarang dan menciptakan lagu” Maddi berbicara pelan.
            Greyson tertegun, kemudian menatap Maddi yang sedang menatapnya lalu menelan ludahn. “Aku memang bisa mengarang lagu. Tapi aku akan menyelesaikannya berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan” jawab Grey.
            Maddi tersenyum tipis, “Yang penting kau bisa mengarang”. “Dan lagu-lagu mu juga sangat terkenal, iya kan??”
            ‘Apa kau pernah mendengar lagu ku?’ Batin Greyson. ‘Tidak mungkin, kau kan sibuk dengan video-video cover mu’ Greyson menggalau.
            “Hei, ayo kita kerjakan waktunya tinggal sebentar” Maddi membuyarkan lamunan Grey.
            “Uhh? Iya ayo” jawab Grey kemudian.
            Akhinya karangan narasi mereka selesai. Kegiatan kelompok pun segera berakhir. Greyson membuka Hand-phone nya. Maddi pun menjadi sibuk dengan lirik lagu yang ada di layar Hand-phone nya. Tiba –tiba dunia mereka menjadi berbeda.
            Perasaan tadi mereka masih tertawa bersama karena karangan, tapi sekarang mereka seperti berada di dunia yang berbeda.

***
            Bel istirahat pun akhirnya berbunyi,. Semua siswa yang ada di kelas Maddi berhamburan keluar kelas.
            Conor berjalan ke arah meja Greyson dan Maddi sambil membawa sebuah kertas.
            “Hey kalian berdua!” seru Conor sambil memukul-mukul meja Grey dan Maddi.
            Greyson menoleh, lalu menyimpan Hand-phonenya. “What’s?” tanyanya pelan.
            Maddi masih terlihat cuek, dia sama sekali tidak tertari dengan semua hal yang dilakukan Conor, matanya masih saja berkutat di depan layar Hand-phonenya. Sebelum akhirnya Greyson menyentuh Hand-phone Maddi.
            “Madd? Conor mau bilang sesuatu” kata Greyson sambil meletakkan Hand-phone Maddi dia atas Meja.
            Maddi merasa terkejut, tapi dia tak bisa melawan jika Greyson sudah bicara, dia merasa harus menuruti semua yang dikatakan Grey. Tapi gak mungkin dia mau, sebenarnya jantungnya berdegup terlalu kencang sampai akhirnya dia menunduk. “What’s Mr. Maynard?”
            Conor tersenyum kecil, “Ini ada acara Sing Competition. Aku rasa kalian berdua bisa ikut”
            “Hah? Kenapa bukan kau dan Megan saja?” suara Maddi terdengar kuat.
            Greyson masih diam, dia tidak mengerti. ‘Kenapa harus aku dan Maddi?’ batinnya.
            “Aku dan Megan ikut. Tapi bukan duet melainkan solo. Kau kan tau suara ku terlalu halus bila harus digabungkan dengan suara Megan yang terkesan kuat. Suara kami punya karakter yang berbeda” Ujar Conor menjelaskan.
            Greyson berdehem, “Hn, jadi maksud mu suara ku dan suara Maddi itu cocok gitu?” tanya Greyson.
            Conor mengangguk, “Iya. Kalian berdua kan penyanyi. Apalagi Greyson Chance dia bahkan sudah pernah mengadakan tour di Asia”
            “T..tapi, kenapa harus aku? Ajak saja Tiffany Alvord!” Ujar Maddi, dari nada suaranya dia sepertinya menolak jika harus berduet dengan Grey.
            Grey menoleh ke arah Maddi lalu menarik napas, “Aku tidak akan ikut, bila teman duet ku adalah Tiffany”
            Maddi tersentak, dia sangat kaget.’Bagaimana mungkin dia tidak mau berduet bersama Tiffany’ Maddi kembali memutar otaknya.
            Terjadi keheningan selama tiga puluh detik sampai akhirnya Conor membuka suara. “Ayolah Madd?? Grey akan ikut bila bersama mu.”
            “Uh? Conor tapii”
            “Baiklah. Aku mau.” Maddi akhirnya setuju.
            “Bagus. Besok adalah audisi. Bersiaplah” seru Conor sambil meninggalkan ruangan kelas.
            “BESOK” Greyson dan Maddi mengucapkannya bersamaan.
            Greyson menoleh ke arah Maddi. Maddi merasa sangat kaget.
            “Bagaimana ini? Kita latihan kapan?” tanya Maddi.
            “Emmm... Err.. ya hari ini kan sudah tidak ada lagi waktu. Jadi ya hari ini.” Jawab Greyson, dia sangat canggung.
            Maddi menarik napas, lalu mengeluarkan nya “Haa..!!!?”, kemudian menatap Greyson yang sedang menatapnya. Mata mereka berdua akhirnya bertemu. Maddi merasakan bahwa Detak jantungnya menjadi semakin keras dan tidak beraturan.
            Greyson pun merasakan hal yang sama. Ingin sekali dia lari tapii,
            “Baiklah sore ini kau datang ke rumah ku. Kita akan latihan disana.” Kata Maddi yang sudah memalingkan wajahnya dari Greyson.
            “Hah? Dirumah mu? Kenapa harus dirumah mu? Di rumahku saja!” ucap Greyson, dia terkejut. Tentu saja dia disuruh datang kerumah Maddi.
            “Iya, karena ada Christ yang bisa mengajari kita nanti” terang Maddi.
            “Di rumahku juga ada Austin, dia bisa mengajari kita.”
            “Tidak bisa. Harus dirumahku, kau datang saja bersama Austin supaya dia dan Christ bisa mengajari kita.” Kata Maddi lalu bangkit dari duduknya segera mengambil Hand-phonenya dan berjalan meninggalkan kelas.
            “Bagaimana ini?? Aku kerumah Maddi?” Greyson merasa sangat tidak enak jika harus kerumah Maddi. Dia kan tidak punya hubungan apa-apa lagi sama Maddi, tapi harus datang berkunjung ke rumah Maddi, dengan alasan latihan. Karena ada Sing Competition.
            Greyson menarik napas dalam-dalam. Kemudian pergi keluar dari kelas juga.
***
            “Austin!! Nanti antar aku kerumah Maddi ya... kalau perlu kau juga harus menemaniku latihan” seru Greyson yang baru saja pulang sekolah, langsung melemparkan tasnya ke atas sofa dan membaringkan dirinya disamping Austin yang sedang menonton film yangtidak diketahui apa judulnya.
            “Huh?? What for?” tanya Austin sambil memandang Grey yang sedang tidur-tiduran.
            “Aku kan udah bilang, mau latihan. Besok kami harus audisi.”
            “Audisi apa?”
            “Song Competition” seru Grey, dia bangun dari tidurnya dan mulai meraba isi tasnya lalu memberikan selembar kertas brosur.
            Austin memperhatikan brosur itu dengan seksama, lalu kemudian tersenyum. “Ini kan ‘Song Competition’ yang diadakan sama kampus kami” serunya tiba-tiba.
            “Huh?? Jadi kalian yang mengundang sekolah kami supaya ikut?” tanya Greyson penasaran.
            “Bukan, brosur ini kan memang disebarkan ke seluruh sekolah yang dekat dengan kampusku.” Terang Austin.
            “Hanya yang dekat saja?” tanya Greyson tiba-tiba.
            “Tidak tahu, aku bukan panitia penyelenggaranya Grey. Berhentilah bertanya” seru Austin yang kelihatannya sudah bosan menjawab pertanyaan Greyson.
            Greyson menaikkan alisnya, menatap Austin dengan kesal, “Bertanya saja tidak boleh. Dasar” Grey berdiri lalu berjalan menuju kamarnya yang ada dilantai atas.
            “Grey??” seru Austin tiba-tiba.
            Greyson menghentikan langkah kakinya, lalu menoleh.
            “Jam berapa kau mau pergi?”
            “Hm, sekitar setengah lima, aku masih harus mengerjakan pr ku” jawab Grey sambil tersenyum.
“Oh.. bagus lah kalau kau masih ingat untuk mengerjakan pr” seru Austin dengan nada bercanda.

***
            Maddi terkejut mendengar penjelasan Christ, tentang lomba menyanyi yang membuatnya menjadi kerepotan. Ternyata kompetisi itu diadakan oleh kampus Christ, dan yang paling mengejutkan adalah Christ itu salah satu panitia penyelenggara.
            “Jadi, nanti kau akan mengatur semua kegiatan yang ada?” tanya Maddi dengan nada suara tinggi.
            Christ mengangguk sambil tersenyum. Maddi menelan ludah.
            “Hah?? Kalau panitianya saja sudah seperti kau, jurinya bagaimana??” tanya Maddi gelisah.
            “Memangnya aku kenapa Madd??”, “Emangnya kalau aku panitia kenapa?” lanjutnya lagi.
            “Ya tentu saja. Aku pasti sangat takut. Pasti aku tidak akan berhasil audisi saja. Sedangkan panitia penyelenggaranya saja sudah sangat mengenal musik, punya suara yang ‘POWERFULL’ lagi. Pasti juri-jurinya adalah penyanyi yang handal” Seru Maddi, nada suaranya meninggi.
            Christ tertawa kecil sambil mencubit pipi Maddi, “Tenang saja, mereka memperhatikan bakat yang terpendam”
            “Argghh... sakit Christ.” Kata Maddi sambil mengusap pipi kirinya yang baru saja dicubit oleh Christ.
            Christ tersenyum kecil, “Yasudah ayo kita mengemasi rumah, sebentar lagi Greyson kan akan datang” Ujar Christ dengan nada menggoda.
            Maddi mengangguk, “Hm..”

***
Grey dan Austin sudah sudah sampai dirumah Maddi sekitar tiga puluh menit yang lalu. Tapi, mereka belum saja latihan.
“Grey.. sebenarnya kalian latihan atau gak sih??” Tanya Austin yang sudah mulai bosan menunggu.
“Ya iyalah, mereka kan hanya pergi sebentar katanya, mungkin saja membeli bahan makanan.” Jawab Greyson yang sambil memainkan games di Laptopnya.
Tiba-tiba....
Terdengar suara ketukan pintu, “Itu siapa??” tanya Grey.
            Austin mengangkat bahu, “Panggil saja Mia untuk membukakan pintu.” Seru Austin.
            Ternyata Mia mendengar suara ketukan itu, ia langsung berlari dari kamarnya menuju ruang tamu untuk membukakan pintu, tanpa memperhatikan Grey dan Austin dia langsung membukakan pintu.
            “Christ? Kau kenapa lama sekali?” tanya Mia sambil memeluk Christ.
            Christ masuk sambil membawa beberapa kantongan belanja, saat berjalan memasuki rumah, dia terkejut melihat dua orang pria duduk di atas sofa di ruang tamu.
            Maddi yang baru masuk juga terkejut melihat dua orang laki-laki itu. ‘Mereka sudah disini? Sejak kapan?’ batin Maddi.
            Greyson dan Austin bingung dengan tingkah dua gadis yang berdiri di depan mereka. Terjadi keheningan selama lima menit sampai akhirnya Austin berdehem.
            “Huh? Kalian siapa?” tanya Christ dengan cepat.
            Greyson berdiri lalu tertawa, “You don’t know ‘bout me Sist?”
            Maddi menatap Greyson, lalu dia membuka suara. “He is Greyson”
            “Oh, I’m sorry. Kau tau aku sangat gugup. Tidak pernah ada laki-laki yang berkunjung kerumah ini kecuali Matty.” Jelas Christ, suaranya kedengaran parau.
            Austin yang dari tadi tidak berhenti menatap wajah Christ, ‘Cantik sekali’ batinnya.
            “It’s okay Sist. Oh ya.. This is Austin Mahone. Sepupu ku” Ujar Greyson sambil memperkenalkan Austin pada Christ dan Maddi.
            Austin berdiri, “Austin Mahone” ucapnya sambil bersalaman dengan Maddi dan Christ.
            “Maddi Jane” Maddi memperkenalkan diri.
            “Christina Grimmie” ujar Christ memperkenalkan diri juga.
            Saat bersalaman dengan Christina, Austin merasa sangat mengenalnya, ‘Tapi siapa?’ Serunya dalam hati.

            “Maaf membuat kalian menunggu. Sebentar aku akan buatkan minuman” Ujar Christ kemudian menarik Mia dan Maddi menuju dapur.

            Di Dapur....
“Mia mereka sudah lama?” tanya Maddi sambil mengeluarkan isi dari kantong belanjaan.
            “Lumayan. Kak Greyson terlihat lebih tampan ya sekarang.” Seru Mia sambil melirik Maddi.
            Maddi mengangkat alisnya, Christ tertawa. “Hahhaaaa... Mia! Benar dia tampan sekali sekarang.” Seru Christ juga,
            “Hmmph... Kalian kenapa melihat ke arah ku?” Tanya Maddi sambil meraba wajahnya yang mulai memanas.
            “Nothing,” seru Mia, “Christ aku mau makan. Kau beli sesuatu kan untuk ku?” lanjutnya lagi sambil berjalan mendekati Christ.
            “Of course. We bought some fried rice.” “Maddi? Tolong kau ambil bungkusan nasi gorengnya!” seru Christ.
            “Alright, here this.” Jawab Maddi sambil memberikan sebuah bungkusan besar yang terasa panas.
            “Okay. Sekarang kau suruh mereka kesini. Supaya kita makan sama-sama. Sekarang sudah waktunya untuk makan malam.” Seru Christ sambil mengambil beberapa peralatan makan. Dan menyusunnya di atas meja makan.
            “Mia saja.” Maddi tampaknya ogah-ogahan.
            “Madd! Mereka kan teman-teman mu” seru Christ dengan nada menggoda.
Maddi akhirnya menuruti kata-kata Christ dan berjalan meninggalkan meja makan.

Diruang Tamu...
“Hey... kita makan dulu ya... sebagai ucapan maaf karena kalian jadi menunggu sangat lama.” Seru Maddi.
            Austin dan Grey melihat ke arah Maddi bersamaan.
            “Tidak usah. Merepotkan saja” Jawab Greyson yang sepertinya menolak ajakan Maddi.
            Austin berdiri lalu menginjak kaki Greyson. “Bodoh” ucapnya ke arah Greyson.
            Maddi tersenyum kecil. “Gak kok. Gak merepotkan memang sudah sengaja kok tadi menyiapkan makanan untuk kalian.” “ Jadi ayo kita Makan malam aja dulu” lanjut Maddi lagi.
            Greyson menatap ke arah Maddi, “Baiklah kalau begitu” Greyson tersenyum ke arah Maddi.
            Maddi tersenyum kecil, “Ya sudah ayo!” ajak Maddi sambil berjalan ke arah dapur.

            Kembali ke Christ...
Mejanya sudah selesai ditata, dia duduk di ujung Meja makan tersebut. Dimana ayah Maddi sering duduk bila sedang makan.
            Mia duduk disamping Christ, “Christ? Kau kan bisa masak nasi goreng. Kenapa harus beli sih?” tanya Mia yang melihat ke arah Christ.
            Christ tersenyum kecil, “Karena aku tahu. Tak akan sempat jika harus memasak lagi”
            Maddi, Greyson dan Austin akhirnya tiba di dapur Maddi. Maddi duduk di dekat Mia.
            Austin di depan Mia dan Grey di depan Maddi.
            Melihat semuanya sudah duduk rapi. Christ akhirnya bicara “Selamat menikmati” serunya dengan senyuman yang sangat ramah.
            Mereka akhirnya makan, Maddi merasa sangat canggung, karena sekarang di depannya tengah duduk Greyson yang sedang menyantap nasi gorengnya. Maddi menyuapkan nasi kemulutnya pelan-pelan, dia takut bila nanti dia tersedak jika harus terburu-buru. Kenapa ya? Tentu saja ada Greyson didepannya sekarang.
            Sementara Austin terus memperhatikan Christ. Christ selalu memperhatikan Mia. Sampai ia lupa kalau sekarang acaranya makan malam.
            “Kenapa kau tidak makan??” tanya Christ memecah keheningan, dia takut apa makanan itu tidak enak, padahal menurutnya nasi goreng itu adalah nasi goreng paling enak setelah nasi goreng buatannya. “Gak enak ya?” tanya nya lagi. Tapi kali ini nada suaranya terdengar khawatir.
            “Ahh?? Enggak kok. Ini enak sekali.”Jawab Austin tersenyum dan mulai memakan makanan yang ada di depannya itu.
            “Baguslah. Kalau memang enak” sahut Christ.
            Greyson tahu kalau Austin kelihatannya suka pada Christ, caranya memperhatikan Christ itu sangat berbeda. ‘            Jadi Austin suka sama Kak Christ ya?’ gumamnya.
           
            Akhirnya mereka selesai makan, Jam dinding keluarga Jane sudah menunjukkan pukul 07.45 pm.
            “Kalian kan harus latihan” Seru Christ tiba-tiba.
            “Ah.. iya kog jadi malah duduk aja” Austin menambahi.
            Maddi dan Greyson sampai lupa pada hal itu. “Ini sudah terlalu malam” seru Grey.
            Christ tersenyum kecil,” Kalian menginap saja, disini ada kamar kosong kok. Besok pagi kalian bisa pulang. Lagipula besokkan hari minggu” Kata Christ.
            Maddi, Greyson dan Austin menatap Christ.
            “Yang benar saja mereka kan laki-laki Christ”Ujar Maddi sambil mencubit lengan Christ.
            “Iya itu benar” Austin berbicara bersamaan.
            Christ tertawa terbahak, “Memangnya kenapa? Ada masalah dengan hal itu?” tanya Christ sambil melihat wajah Maddi, Grey dan Austin.

            ‘Greyson tidur di rumah ku? Oh tidak...’ Batin Maddi menggalau. ‘Tidak mungkin, Christ benar-benar sudah gila’ pikir Maddi.


            To Be Continued....