Selasa, 05 Mei 2015

Fanfiction : Sing A Sky Full Of Stars Chapter 11



Sing A Sky Chapter 11

Ini Chapter terbarunya...
Makasih buat teman-teman aku yang ngedukung untuk nyelesain Fic ini
Fitri, Kiky, Yola .(I Love Ossi!!)
 

            Megan yang sedang duduk di pekarangan rumahnya sedang bernyanyi-nyanyi sendiri. Terlihat jelas ada sebuah‘headset’  menempel di telinganya. Tiba-tiba ada yang menepuk bahunya, “Yo... Megan!!” suara itu terdengar sangat ‘Familiar’ di telinga Megan.
            “Apa?” jawab Megan santai, sepertinya sudah sering diterkejutkan oleh orang. Buktinya bila ada orang yang mengejutkan dia tidak tidak pernah terkejut.
            Laki-laki bermata abu-abu itu duduk disamping Megan. Dia menarik salah satu ‘headset’ yang menempel di telinga Megan, kemudian memasangkannya ke telinganya. Megan menatap pria itu dengan pandangan kesal.
“Kau ini.” Megan menggeram. Pria tetap tidak perduli, sepertinya dia menikmati lagu yang sedang diputar oleh Megan.
“Conor Maynard !!!” seru Megan dengan keras sampai Conor melompat dari duduknya.
            “Kau ini! Kalau mau berteriak jangan tepat ditelinga ku!” seru Conor sambil menutup telinganya, sepertinya telinganya memang sangat sakit.
            Megan tersenyum puas, dia melepaskan ‘headset’ dari telinganya. Kemudian mematikan musik yang tadi diputarnya. “Makanya. Jangan suka mengambil barang orang lain tanpa meminta!” seru Megan di sambung dengan tawa renyahnya.
            Conor kembali duduk disamping Megan, “Maaf kalau begitu.” Conor berbicara sangat pelan. Bahkan Megan tidak mendengarnya. Megan menatap Conor sejenak lalu dia berdiri tepat didepan pria itu.
            “Kau tidak berniat mengajak ku jalan-jalan?” Megan bertanya.
            “Hah??” tiba-tiba jantung Conor berdegup kencang tak beraturan, refleks tangannya langsung memegangi dadanya. Kalau saja tulang rusuk pria itu tidak ada, mungkin jantungnya sudah melompat keluar. Dia merasa sangat kaget, tidak pernah Megan bertanya seperti itu padanya ‘Apa dia mau kami berkencan?’ batinnya. Ditepisnya angan-angannya itu.
            Melihat sikap Conor yang aneh, Megan duduk di depan Conor. Jadi mereka duduk berhadapan, sangat dekat.
Conor yang duduk di kursi merasakan kalau jantungnya akan segera melompat keluar. Megan menengadahkan kepalanya supaya dia dapat memandang wajah Conor.
Mata Megan menatap Conor dengan tatapan aneh. “Hey.. Yo!” serunya tiba-tiba sehingga membuat Conor terkejut. Dan yang paling terkejutnya adalah Conor mencium kening Megan. Conor masih menutup matanya, ‘Aneh.. kenapa bibirku rasanya menyentuh sesuatu ya?’ batinnya.
 Mata Megan terbelalak, tiba-tiba darahnya mengalir sangat cepat ‘Mr. Maynard mencium ku’ serunya dalam hati.
            Megan sadar, Conor sudah menciumnya terlalu lama, dia mendorong tubuh Conor. Tindakan itu membuat tubuh Conor terlempar, sehingga dia jatuh dari kursi kayu tanpa sandaran itu.
            “Arggghhh...” suara Conor terdengar seperti orang yang sedang kesakitan.
            “Kau gak papa kan?” tanya Megan tiba-tiba sambil menarik tangan Conor.
            “Ahhh..??!?? Tidak apa-apa.” Jawabnya sambil mencoba berdiri, dia menatap Megan, dia akhirnya sadar kalau tadi dia mencium kening Megan. “Maaf... aku tidak sengaja. Aku sangat menyesal, aku tidak bermaksud!” seru Conor, dia sangat menyesal melakukan sesuatu yang sangat memalukan. ‘MEMALUKAN?’ tentu saja.. gadis yang diciumnya tadi kan bukan kekasihnya.
            Megan tertunduk malu, dia juga tidak bisa bicara apa-apa. Dia bingung sekali, kenapa tiba-tiba tubuhnya merasa kaku, dan kenapa sekarang jantungnya berdegup kencang? Dia memang sudah lama sekali menyukai Conor. Tapi, tak pernah sekalipun dia merasakan detak jantungnya berdegup sekencang ini saat bersama Conor. Tapi sekarang kog bisa seperti ini?.
            Melihat Megan tidak menjawab, Conor merasa bersalah, mungkin sekarang Megan sedang marah padanya. Dia sudah tidak berani lagi untuk membuka suara. Wajahnya menunduk.
            Megan merasa sudah cukup lama mereka berdua diam, akhirnya dia berbicara “Aku tidak apa-apa kok.”
            Conor menatap Megan, “Aku minta maaf Megan!” seru Conor, wajahnya menunjukkan kalau dia sangat-sangat-sangat menyesal.
            Megan tersenyum kecil, “Sudahlah.. itukan kecelakaan!” serunya sambil memegang bahu Conor. Dia menatap –laki-laki yang sedang berdiri di hadapannya itu.
            “Terimakasih mau memaafkan ku”
            “Sama-sama” jawab Megan sambil tersenyum kecil, sebenarnya senyum itu adalah senyum yang dipenuhi kebingungan. Conor menciumnya, dan anehnya dia tidak marah sama sekali. Apa dia juga menyukai Conor? Atau bagaimana?

***
            Jam dinding dirumah Maddi menunjukkan angka ‘Tujuh lewat empat puluh lima’. Maddi, Christ, Austin dan Greyson sedang ada di dalam kamar yang tidak memiliki tempat tidur, tapi Greyson merasa dia sedang berada di sebuah studio musik jelas saja di ruangan ini...
Ada sebuah Grand Piano berwarna hita mengilap dekat jendela, sebuah piano kecil yang ditempeli stikers dengan tulisan ‘cHRistInA gRimmIE’, ada sebuah komputer lengkap di dekat pintu masuk, sebuah gitar dan sebuah ‘bass’ di pojok ruangan, sebuah sofa di tengah ruangan dan sebuah mic lengkap dengan penyaring suaranya di dekat gitar itu.
            ‘Ini itu studio!, yang kurang hanya ruangan untuk rekaman’ pikir Greyson dalam hati, Christ berdiri dekat piano  yang di tempeli stikers dengan namanya itu.
Maddi mengambil gitar dan duduk di sofa, Austin duduk disamping Maddi, sementara Greyson masih berdiri di depan pintu, dia masih asik memperhatikan semua benda yang ada diruangan tempat ia berada itu.
 “Ini semua milik siapa?” tanya Greyson memecah keheningan.
            Christ menatap kearah Greyson lalu tersenyum kecil, “Ini milik kami berdua” jawabnya santai sambil melirik ke arah Maddi, tapi Maddi masih asik dengan gitarnya sehingga tidak mendengar apa yang sedang dibicarakan oleh Christ dan Greyson.
Sedangkan Austin, matanya berkutat pada sebuah layar kecil yang berada di hadapannya, ya tentu saja itu ‘hand-phone’.
            Greyson menelan ludah, Christ tersenyum kecil. “Kalian menyanyikan lagu apa ya?” tanya Christ tiba-tiba. Maddi mengalihkan pandangannya dari gitar, sekarang dia melihat ke arah Christ dan berkata.
            “Bagaimana kalau ‘A Thousand Of Years’?”
            “Hah?”, “Ohh, iya lagu itu bagus, setiap liriknya sangat bermakna” sahut Christ bersemangat.
            Austin menatap ke arah Christ, ‘Setiap liriknya bermakna?’ batinnya. ‘Untuknya? Atau untuk Maddi dan Grey?’ pertanyaan-pertanyaan aneh mulai terngiang di kepalanya.
            “Ahh?.. lagu itu ya? Bagus sih” Greyson memberikan komentar.
            “Jadi lagu itu yang akan kalian nyanyikan?” Austin akhirnya berbicara. Matanya masih menatap ke arah Christ, dia jadi penasaran, ‘Kenapa harus berarti?’.
            “Ya, I think that’s not bad” Maddi tersenyum kecil.
            “Okay, kalau memang Maddi suka itu yasudah” jawab Greyson sambil berpikir, ‘Aturannya jangan lagu itu’ batinnya sebenarnya menentang untuk menyanyikan lagu itu, dia merasa perasaannya pasti sangat kalut saat menyanyikannya nanti bersama Maddi.
            “Jadi kita ‘deal’ ya? A Thousand Of Years!” seru Christ bersemangat. Dia kemudian menekan tuts-tuts pianonya itu sehingga terdengar melodi-melodi yang indah. “Hey Grey? Kau kan jago main piano ayo mainkan pianonya!” seru Christ yang memberhentikan permainannya.
            Grey merasa terkejut lalu berdiri di depan grand piano hitam itu, dia duduk dan mulai menekan tuts piano itu. “Hearts beats fast... Colours and promises... How to be brave? How can I love when I’m Affraid to fall?” dia berhenti bernyanyi , nada dari piano itu pun sudah tak terdengar lagi.
            Austin berjalan ke arah Greyson lalu menepuk pundak Grey, “Kenapa berhenti?” tanya Austin.
            “Kan bukan Cuma aku yang mau menyanyi” jawab Greyson gugup. Christ mengerti apa maksud Grey, dia tersenyum kecil kemudian melirik ke arah Maddi yang sedang menatap Christ dengan pandangan aneh.
            “Maddi! Kau berdiri disamping Grey, agar kalian bisa bernyanyi bersama” seru Christ sambil tersenyum kecil.
            Maddi terkejut mendengar perkataan Christ, yang lebih menjurus ke perintah. Dengan pasrah Maddi berdiri di samping piano itu.
            “Ya sudah ayo kita latihan!” suara terdengar keberatan. Grey hanya bisa tersenyum melihat wajah Maddi yang hanya setengah menurut.
            Mereka pun memulai latihan, Greyson masuk di verse I, Lalu Maddi di verse II, Grey di Chorus yang I, Maddi di Chorus yang II, dan keduanya di Chorus terakhir. Christ tersenyum, dia seperti sedang menonton konser sebuah pasangan anak muda yang saling mencintai.
Tapi tiba-tiba dia berpikir kenapa Laki-laki yang duduk disampingnya itu hanya diam, seperti tidak menikmati konser yang sedang berjalan.
            “Apa-apaan ini? Tidak enak sekali!” Dan benarlah, Austin tidak suka pertunjukan yang dibuat oleh Maddi dan Grey. “Kalian seperti orang yang sedang bermusuhan tidak ada kebahagiaan yang terpancar dari wajah kalian berdua” seru Austin lagi.
            Christ mengangkat alis, ‘APA?? Dia memperhatikan mimik keduanya? Aku saja tidak memperhatikan wajah dua orang yang sedang bernyanyi.’.
            Maddi melihat ke arah Austin dan Christ, dia kelihatan bingung ‘Apa maksud Austin?’ batinnya. “Maksudnya bagaimana?” tanya Maddi tiba-tiba.
            “Huh? Kalian tidak mengerti apa yang ku maksud?” sahut Austin menatap Maddi.
            Greyson menggeleng, kedua alisnya terangkat, itu menandakan kalau dia sangat bingung. “Kau harus beritahu apa maksudnya!” seru Greyson sambil menekan tuts-tuts piano dengan sembarangan sehingga menimbulkan sebuah kebisingan.
            “Grey hentikan!” seru Maddi sambil menutup telinganya. Greyson segera menghentikan gerakannya lalu menunduk.
            “Maaf bila mengganggu mu” Greyson meminta maaf. Maddi menatap ke arah Greyson lalu tersenyum kecil.
            “It’s alright!” sahut Maddi, “Lalu apa maksud mu tadi?” lanjutnya lagi sambil melihat ke arah Austin.
            Austin memasang wajah kesal, “Maksud ku kalian harus menunjukkan ekspresi kalian saat bernyanyi, tunjukkan perasaan kalian saat menyanyikan lagu!”
            “Perasaan seperti apa? Aku masih tidak mengerti apa maksudnya?” tanya Greyson yang masih terlihat bingung.
            Austin menarik nafas dalam-dalam, “Tunjukkan kalau kalian ‘saling mencintai’ saat kalian bernyanyi”
            “SALING MENCINTAI??” Teriak Greyson dan Maddi bersamaan, wajah mereka berdua merah padam.
Sadar kalau mereka berbicara bersamaan, mereka saling menatap satu sama lain.
Detak jantung mereka berdua terasa sangat cepat, darah mereka berdesir cepat seperti turun dari kepala menuju kaki.
            Austin yang menyadari kalau Maddi dan Greyson itu sebenarnya masih sama-sama suka tersenyum kecil, dia melirik Christ yang diam terpaku melihat kelakuan dua orang yang berada di dekat piano. “Christ?” bisik Austin pelan.
            Christ menoleh, “Apa?” jawabnya pelan.
            “Mereka berdua cocok kan?” Austin berbicara sangat pelan
            “Ya, I think, mereka berdua itu cocok sekali” Suara Christ juga terdengar pelan.

            Greyson tiba-tiba berdiri, dia menarik tangan Maddi dan membawa gadis itu keluar dari ruangan itu, mereka berdua menuruni tangga sambil berpegangan tangan dan keluar dari rumah Maddi, Mia yang sedang menonoton film merasa aneh dengan kelakuan Sist Maddinya dan Greyson.

***
            Megan dan Conor sedang tidur-tiduran di taman belakang rumah Megan, mereka sedang berhayal.
Conor POV
            ‘Kalau saja aku berani, kenapa tadi aku tidak bilang kalau aku menyukai Megan?. Apa Megan juga menyukai ku? Apa baik jika aku ingin memiliki Megan lebih dari seorang sahabat? Jika kami benar-benar berpacaran lalu putus, apa hubungan ku dan Megan akan kembali seperti ini?’ Conor selalu memikirkan semua hal sampai jauh, apa yang akan terjadi bila seperti ini? Kalau seperti itu bagaimana? Kalau nanti begini, begitu?. Karena hal itu lah makanya Conor tidak pernah bisa mengungkapkan perasaannya pada Megan. Dia takut bila harus kehilangan Megan untuk selamanya, dia takut bila nanti Megan membencinya karena dia mengatakan bagaimana perasaannya yang sebenarnya.
Conor menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan suara “Hah!!”.

            Megan menoleh ke arah Conor, “Kau kenapa?” tanya Megan khawatir.
            “hah? Tidak, aku tidak kenapa-napa.” Jawab Conor sambil menggeleng.
           
            Megan berpikir keras, bagaimana caranya supaya dia bisa mengungkapkan perasaannya pada Conor, sekarang Conor sedang berbaring disampingnya, ingin sekali dia memegang tangan Conor lalu mengatakan semua perasaannya yang sudah Tujuh tahun ia pendam. Tak pernah ada keberanian untuk mengungkapkannya. “Conor! Aku sangat menyukai mu”bisiknya pelan, ia tidak sadar kalau ternyata Conor mendengarnya.
            “Apa?” Terdengar suara Conor sangat keras, Megan melihat Conor bangun dari tidurnya.
            ‘Apa yang terjadi? Conor mendengar ku?’ Megan merasa risau, ‘Apa mungkin sekarang adalah waktunya untuk mengatakan perasaan ku padanya?’ Megan bertanya-tanya dalam hati. Dia masih berbaring, dia melihat tubuh Conor yang sudah duduk, dia menatap sendu punggung itu. Dia lalu bangkit untuk duduk.   
            “Megan? Kau tadi bilang sesuatu kan? Tolong ulangi kalimat yang barusaja kau ucapkan itu!”
            “Ahh??!” seru Megan, wajahnya terlihat sangat pucat, degup jantungnya sangat-sangat cepat.
            Conor menatap ke arah Megan, pandangannya adalah pandangan bingung, “Katakan Megan! Ulangi kalimat yang tdi kau ucapkan!” suara Conor tiba-tiba terdengar kuat.
            “Err... Ehm” Megan sangat gugup, dia tidak sanggup memberi tahu Conor tentang perasaannya.
            “Megan?” terdengar suara Conor lagi, kali ini kedua tangan Conor sudah berada di pundak Megan, dia mengguncang-guncangkan badan Megan.
            Megan masih diam, kini terlihat kalau matanya menutup. “Aku menyukai mu Conor Maynard” Ucap Megan pelan, matanya masih senantiasa tertutup. Dia kelihatan sangat ketakutan, bila-bila nanti Conor akan menolaknya.
            Conor melepaskan tangannya dari pundak Megan, matanya terbelalak, jantungnya berdegup kencang, napasnya tidak teratur. “Maksud mu apa Megan?” tanya Conor tiba-tiba, “Jangan main-main mengatakan hal seperti itu!” lanjutnya lagi.
            Megan mengangkat kepalanya lalu menatap pria yang sedang berdiri di hadapannya itu, “Aku tidak main-main, aku sudah memendamnya selama tujuh tahun! Kau tak tahu itu kan?” Megan menjawab dengan berani, “Aku merasakannya mulai kau memilih untuk mendekati Tiffany!” lanjutnya lagi, kali ini suaranya meninggi.
            Conor terdiam, ‘saat aku mendekati Tiffany?’ batin Conor mulai bertanya-tanya. Dia menatap Megan sejenak, lalu menatap langit. “Megan? Terimakasih untuk kejujuran mu!”
            “Huh?” Alis Megan terangkat, seakan tidak mengerti.
            “Do you know? How many times I spent, only to say like you said before?”
            “Conor?”
            “Megan?” Conor berlutut di hadapan Megan, gadis yang berdiri di hadapannya terlihat kaget. “I Love you...”
            “What?” Megan terkejut dengan kata-kata Conor barusan.
            “Yes, will you be my girlfriend Megan ?” pertanyaan itu keluar dari bibir pria bermata abu-abu itu secara tiba-tiba.
Seorang Conor Maynard? Bisa mengucapkan kata-kata seperti itu? Author juga gak percaya sih.
            Megan menatap tubuh Conor yang mulai berdiri, sekarang mata mereka bertemu, Megan menatap dalam-dalam mata abu-abu milik Conor kemudian tersenyum kecil, “Can you repeat it?”
            Conor membalas tatapan Megan, bibirnya terdiam, otaknya berpikir, ‘Apa Megan menerima ku?’, ‘Atau dia mau menghina ku?’. Tapi Conor memberanikan diri, kedua tangannya meraih pergelangan tangan Megan.
Kemudian dia menarik napas, “Megan... I Love You! Will you be my girlfriend?” Conor mengucapkan kata-kata itu kembali dengan lancar.
            Megan tersenyum, entah keberanian darimana dia segera memeluk tubuh pria yang sedang berada di depannya itu, “Of course, I Love You so much!” bisiknya di telinga Conor.
           


To Be Continued.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar